Jakarta-TAMBANG- Saban tahun, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero) di sektor panas bumi, melakukan pengeboran sekitar 11-12 sumur. Ikhtiar yang dilakukan PGE, termasuk yang paling agresif dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. Pengembangan panas bumi melalui kegiatan pengeboran merupakan ruh dan kekuatan utama yang dimililiki perusahan pelat merah tersebut.
“Itu sudah agresif, loh! Jika rata-rata per sumur US$10 juta, untuk 12 lubang mencapai US$120 juta. Itu juga belum tentu dapat. Pertamina roh-nya di situ, bermain di eksplorasi,” ujar Yunus Saefulhak, Direktur Panas Bumi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM di Jakarta.
Tidak hanya itu, menurut Yunus, untuk tahun ini PGE juga sudah meminta penugasan untuk 7 wilayah kerja panas bumi (WKP). Namun dari jumlah yang dimintai tersebut, pemerintah baru menyetetujui 3 WKP.
Menurut Yunus, setelah disetujui, PGE nantinya memasukkan ketiga WKP tersebut dalam rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) 2016. Dengan begitu, PGE akan mulai mengebor di WKP tersebut.Selain itu, pemerintah juga telah mendorong PGE untuk mengembangkan potensi panas bumi di WKP existing, seperti yang ada Gunung Way Panas dan Hululais di Lampung.
Di WKP Gunung Way Panas, PGE saat ini memiliki dua unit PLTP, yakni PLTP Ulubelu Unit 1 dan Unit2 dengan masing-masing memiliki kapasitas terpasang sebesar 55 MW. Selain itu, perseroan juga mengembangkan Unit 3 dan 4 dengan kapasitas total sebesar 2×55 MW. PLTP Ulubelu Unit 3 telah beroperasi pada Juli 2016 dan Unit 4 ditargetkan beroperasi 2017.
Di Hululais yang berjarak sekitar 180 km dari kota Bengkulu dan terletak di Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, PGE mengembangkan PLTP Hululais Unit 1 dan 2 dengan kapasitas 2×55 MW. Proyek PLTP Hululais ditargetkan beroperasi 2018.
Menurut Yunus, di daerah dekat kedua WKP ternyata juga memiliki potensi besar, namun belum disentuh PGE. Padahal WKP tersebut banyak peminatnya. “Saya bilang kalau ini tidak dikerjakan maka akan dikasih ke orang lain. Mereka (PGE) jawab oke, siap,” ungkap Yunus.
PGE hingga akhir 2016 menargetkan memiliki kapasitas terpasang listrik dari PLTP sebesar 542 megawatt (MW) dengan masuknya tambahan 105 MW dari tiga pembangkit, yakni PLTP Ulubelu Unit 3 berkapasitas 55 MW, PLTP Lahendong Unit 5 berkapasitas 20 MW, dan PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW.
Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, mengatakaneffort PGE hingga saat ini terbukti luar biasa. “Secara teknis dan SDM, PGE cukup mumpuni. Pendanaan, terutama dana murah diperlukan agar harga listrik juga menjadi murah,” kata dia.
Menurut Abadi, jika menginginkan pengembangan panas bumi terakselerasi, PGE tentu perlu mendapat dukungan penuh dari semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan daerah, terutama off taker yakni PT PLN (Persero). “Sustainable regulasi dan willingness PLN untuk membeli listrik panas bumi tentu dibutuhkan,” tegas dia.
Tafif Azimudin, Sekretaris Perusahaan PGE, menegaskan saat ini PGE menjalankan delapan total proyek, baik steam field dan PLTP di Kamojang, Karaha, Lahendong, Ulubelu dan Lumut Balai. Tiga proyek steam field hululais dan sungai penuh serta 4 proyek tahapan eksplorasi yaitu Bukit Daun, Margabayur, Lawu dan Seulawah.
“Infrastruktur di Bukit Daun dengan membangun jalan masuk ke hutan lebih dari 20 kilometer sudah finalisasi rencana Oktober sudah mulai bor eksplorasi,” ungkap Tafif.
Menurut Tafif, sebagai perusahaan nasional dengan SDM lokal, PGE dapat menangani 11 proyek pengembangan dan empat proyek eksplorasi secara paralel. Bahkan perusahaan geothermal dimanapun di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Islandia yang sangat maju dalam pemanfaatan geothermal tidak ada dan tidak pernah melakukan pekerjaan serupa secara paralel sebanyak itu.
“Tentu saja hal ini tidak lepas dari kekuatan PGE disisi upstream yg didukung penuh Pertamina, baik dari teknis operasional dan pendanaannya,” tegas Tafif. (***)