JAKARTA, TAMBANG – PT Adaro Energy Indonesia berhasil membukukan pendapatan sebesar USD3.993 Juta selama 2021. Angka ini naik 58 persen dibanding dengan periode 2020 yang hanya mencatatkan pendapatan sebesar USD2.535 juta.
Kenaikan disebabkan harga jual rata-rata (ASP) yang tinggi yang mencapai 70 persen lantaran ditopang dengan harga batubara yang terus meninggi. Jika dilihat per segmen operasi, segmen pertambangan dan perdagangan batubara masih menjadi tren tertinggi dari pendapatan tersebut hingga mencapai USD3.836 juta.
Sementara dari segmen jasa pertambangan hanya mampu mencatatkan pendapatan sebesar USD92 juta dan segmen lainnya mencapai USD65 juta.
Kinerja perseroan yang positif tersebut turut mendongkrak kepada penerimaan negara baik berupa royalti maupun pajak. Royalti kepada Pemerintah dan beban pajak penghasilan perseroan mencapai USD893 juta akibat kenaikan pendapatan dari penjualan batu bara dengan ASP yang lebih tinggi.
“Kondisi pasar yang kondusif turut mendukung kinerja AEI pada tahun 2021. Kami membukukan profitabilitas yang solid sehingga kami dapat meningkatkan kontribusi terhadap negara melalui royalti dan pajak,” kata Presiden Direktur dan Chief Executive Officer, Garibaldi Thohir, dikutip dari keterbukaan informasi, Jumat (4/3).
Lebih lanjut Geribaldi menyebut bahwa perseroan akan tetap fokus pada efisiensi dan keunggulan operasional agar bisa bertahan di dalam berbagai kondisi.
“Industri batubara memang ada siklusnya, jadi walaupun kami menyambut baik kondisi yang kondusif ini, kami akan tetap fokus pada efisiensi dan keunggulan operasional. Lebih lanjut, kami harus memastikan bahwa bisnis kami akan dapat bertahan di tengah berbagai siklus melalui aktivitas bisnis yang stabil dan berkelanjutan” ungkapnya.
Sepanjang 2021 juga, Adaro juga berhasil menorehkan laba inti sebesar USD1.256 juta naik 210 persen dari tahun 2020. Pencapaian ini menunjukkan bisnis inti yang solid dan keunggulan operasional.
Laba inti tidak termasuk komponen non kas dan non operasional setelah dikurangi pajak, misalnya rugi derivatif instrumen keuangan, rugi penurunan nilai pinjaman kepada pihak berelasi, rugi penurunan nilai aset tetap, dan rugi penurunan nilai wajar investasi pada perusahaan patungan terkait investasi pada aset batu bara bernilai kalor rendah di Kalimantan Timur.
Sementara itu, Ebitda operasional perusahaan selama tahun 2021 mencapai USD2.104 juta atau naik sebesar 138% year on year dari 2020 yang mencapai USD883 juta.
“Kami perkirakan pemulihan ekonomi global akan berdampak positif terhadap industri batubara, namun kami tetap berhati-hati karena kondisi pandemi yang belum usai. Kami akan senantiasa meningkatkan keunggulan operasional, pengendalian biaya, dan efisiensi, serta terus mengeksekusi strategi demi keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang” tandasnya.