Beranda CSR Sejarah Inalum: Impian di Aliran Sungai Asahan

Sejarah Inalum: Impian di Aliran Sungai Asahan

Repro Majalah TAMBANG edisi 90, Desember 2012

EMPAT puluh lima tahun lalu, konsultan asal Jepang Nippon Koel, menyambangi Indonesia untuk berinvestasi di sektor tenaga listrik dan pabrik peleburan alumunium. Listriknya dihasilkan dari aliran Sungai Asahan, yang berkelok-kelok menyusuri berbagai wilayah di Sumatera Utara, berpangkat di Danau Toba. Ini rencana sejak jaman Belanda, yang tak pernah terwujud.

Repro Majalah TAMBANG edisi 90, Desember 2012

 

Menurut hasil studi kelayakan Nippon Koei, pembangkit listrik tenaga air layak dibangun. Tapi Nippon Koei mengajukan syarat: dibangun pabrik peleburan alumunium sebagai pemakai utama listriknya. Melalui perundingan panjang, pemerintah Indonesia akhirnya menyepakati permintaan Nippon Koei, asalkan seluruh biaya ditanggung pihak Jepang.

 

Perjanjian pembangunan pabrik listrik dan pengolahan alumunium diteken pemerintah Indonesia dan 12 perusahaan Jepang, pada 7 Juli 1975, di Tokyo. Kegiatan itu dikenal sebagai Proyek Asahan.

 

Kedua belas perusahaan Jepang tersebut adalah, Sumitomo Chemical Company Ltd., Sumitomo Shoji Kaisha Ltd., Nippon Light Metal Company Ltd., C Itoh & Co. Ltd., Nissho Iwai Co., Ltd., Nichimen Co., Showa Denko K.K., Marubeni Corporation, Mitsubishi Chemical Industries Ltd., Mitsubishi Corporation, Mitsui Alumunium Co., Ltd., Mitsui & Co., Ltd.

 

Mereka melebur menjadi satu, yaitu Nippon Asahan Alumunium Co.Ltd (NAA), berkedudukan di Tokyo. Pemerintah Indonesia dan Nippon Asahan lalu membentuk perusahaan patungan pada 6 Januari 1976, bernama PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum). Saat itu, Indonesia memiliki saham 10 persen, sisanya punya Nippon Asahan.

 

Presiden Soeharto kemudian menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 5 Tahun 1976 tentang Pembentukan Otorita Pengembangan serta Badan Pembina Pusat Listrik Tenaga Air dan Peleburan Alumunium, pada 22 Januari 1976. Badan baru ini dikenal sebagai “Otorita Asahan”.

 

Enam tahun kemudian pada 20 Januari 1982, Presiden Soeharto kemudian menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1976 tentang Pembentukan Otorita Pengembangan serta Badan Pembina Pusat Listrik Tenaga Air dan Peleburan Alumunium di Kuala Tanjung. Saat itu, Presiden Soeharto mengatakan, proyek Asahan sebagai “Impian yang menjadi kenyataan”.

 

Inalum melakukan eskpor perdana pada 14 Oktober 1982. Sebanyak 8.000 ton alumunium diekspor ke Jepang menggunakan kapal Ocean Prima, milik PT Samudera Indonesia. Jepang sebenarnya memesan alumunium  16.000 ton dengan nilai kontrak USD12 juta.

 

Sejak Juni 1987, kepemilikan saham Indonesia di Inalum menjadi 41,3 persen. Berdasarkan perjanjian yang ditandatangani 7 Juli 1957, kerjasama pemerintah Indonesia dengan Jepang di Inalum berakhir  pada 2013. Pemerintah Indonesia sudah menyatakan minatnya, untuk mengambil alih seluruh kepemilikan saham Inalum.