Jakarta,TAMBANG, Perusahaan tambang tembaga dan emas, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) tengah membangun smelter untuk mengolah konsentrat tembaga. Mengingat nilai keekonomian yang sangat kecil, Perusahaan butuh dukungan Pemerintah dalam bentuk insentif untuk meningkatkan keekonomian dari proyek tersebut.
“Kami telah mengajukan ke Pemerintah untuk mendapat insentif demi menaikan keekonomian dari proyek tersebut. Mudah-mudahan pemerintah bisa membantu,”kata Presiden Direktur PT Amman Mineral Nusa Tenggara Rachmat Makkasau saat buka bersama media di Jakarta, Kamis malam (16/5/2019).
Insentif yang diminta mulai dari insentif pajak hingga keringanan pajak impor barang yang dibutuhkan smelter. Kemudahan tersebut menurut Rachmat akan membantu perusahaan merampungkan pembangunan smelter sesuai target pada 2022.
Rachmat mengakui nilai yang didapat perusahaan tambang yang hanya membangun smelter termbaga sangat kecil. Konsentrat tembaga yang diproduksi selama ini nilai penjualan tembaganya sudah mencapai minimum 90 sampai 92%.
“Artinya sisanya hanya 8-10% saja tetapi harus membangun fasilitas dengan nilai investasi yang cukup besar. Dari sisi bisnis memang tidak menarik. Tetapi kalau dilihat dari sisi upaya mendorong industri di Indonesia sudah sesuai dan sangat penting,”terang Rachmat.
Dalam kesempatan itu, Rachmat juga menjelaskan bahwa UU Minerba mewajibkan perusahaan tambang untuk melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian dalam negeri. PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) sudah berkomitmen untuk membangun fasilitas pemurnian.
“Ini tidak mudah karena ketika masih Newmont Nusa Tenggara tidak ada keinginan untuk membangun smelter. Setelah beralih menjadi perusahaan nasional, pemegang saham baru berkomitmen untuk membangun smelter. Dari tidak ada rencana dan sekarang sudah harus membangun,”kata Rachmat.
Smelter akan dibangun di lokasi yang tidak jauh dari tambang milik PT Amman Mineral Nusa Tenggara yakni di Benete Bay, Kabupaten Sumbawa Barat. Kapasitas smelter sebesar 1,3 juta ton konsentrat per tahun. Teknologi yang dipilih adalah Autotech asal Finlandia. Untuk hal ini sudah dilakukan penandantanganan kontrak untuk desain teknik dan rekayasa awal (FEED).
“Rencana commisioning dan operasi produksi di tahun 2022. Mungkin tidak akan langsung mencapai kapasitas produksi yang maksimum. Butuh waktu penyesuaian dan diperkirakan di pertengahan tahun 2023 baru dalam kapasitas penuh. Kemajuannya sesuai hasil evaluasi di bulan Januari 2019 lalu sebesar 13,83%. Evaluasi berikut akan dilakukan pada Juli 2019,”pungkas Rachmat.