Jakarta,TAMBANG,- Perusahaan energi dengan portofolio bisnis yang terdiversifikasi PT Indika Energy Tbk. (Perseroan) laba inti sebesar US$ 83,9 juta sampai kuartal III tahun 2021. Padahal di periode yang sama tahun lalu, perseroan membukukan rugi inti USD 5,5 juta. Namun rugi dari operasi yang dihentikan sebesar USD 98,1 juta terkait dengan transaksi divestasi Mitrabahtera Segara Sejati (MBSS) pada basis 100% yang menyebabkan Perseroan mencatat rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD 6,0 juta. Dibandingkan rugi sebesar USD 52,5 juta pada periode 9M 2020.
Secara umum, peningkatan kinerja anak-anak perusahaan, serta peningkatan permintaan dan perbaikan harga batu bara mendongkrak kinerja Indika Energy secara keseluruhan. Lebih lanjut, Perseroan juga terus melakukan diversifikasi usaha pada sektor non batubara dan fokus pada keberlanjutan untuk mewujudkan komitmen ESG Perseroan menuju netral karbon pada tahun 2050.
Sepanjang sembilan bulan pertama 2021, Indika Energy membukukan pendapatan USD 2.155,6 juta atau meningkat 43,3% dari US$ 1.504,1 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan pendapatan terutama berasal dari Kideco Jaya Agung (Kideco) yang mencatat pendapatan sebesar USD 1.486,1 juta. Ini berarti meningkat 61,8% karena harga jual rata-rata yang lebih tinggi (+39,7% YoY) dan volume penjualan yang lebih tinggi (+15,9% YoY).
Kideco menjual 27,4 juta ton batu bara dengan harga rata-rata USD 54,2/ton di tiga kuartal 2021 dibandingkan dengan
23,7 juta ton batu bara yang dijual dengan harga rata-rata USD 38,8/ton tiga kuartal 2020. Di kuartal III tahun 2021, Kideco mengalokasikan 9,4 juta ton batu bara atau 34% dari volume penjualan ke pasar domestik, melebihi persyaratan domestic market obligation (DMO) sebesar 25% yang ditetapkan pemerintah.
Peningkatan pendapatan juga dikontribusikan oleh Indika Indonesia Resources yaitu sebesar 90,1% menjadiUSD 294,7 juta di sembilan bulan pertama 2021 dari USD 155,0 juta di periode yang sama di tahun sebelumnya. Petrosea juga mencatat peningkatan pendapatan sebesar 20,6% menjadi USD 301,3 juta dari USD 249,9 juta di periode yang sama 2020. Ini terjadi karena kontribusi yang meningkat dari kontrak pertambangan.
Pendapatan Interport Mandiri Utama (IMU) juga naik 357,7% menjadi USD 21,6 juta dikarenakan telah beroperasinya terminal penyimpanan bahan bakar sejak November 2021 dengan volume 10,5 kbd di sembilan bulan pertama 2021. Sementara itu, pendapatan Tripatra turun 42,7% menjadi USD 155,1 juta dibandingkan USD 270,8 juta pada periode yang sama 2020.
Laba kotor sembilan bulan pertama 2021 Perseroan tercatat sebesar USD 562,2 juta, atau meningkat 163,2% dibandingkan USD 213,6 juta di 9M 2020. Sementara itu, marjin laba kotor juga naik dari 14,2% menjadi 26,1% di tiga kuartal 2021. Terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja Kideco, walaupun sebagian mengimbangi kerugian kotor
Tripatra sebesar USD 13,9 juta pada sembilan bulan pertama 2021 karena adanya biaya tambahan terkait proyek BP Tangguh.
Beban penjualan, umum dan administrasi tercatat meningkat 15,7% menjadi US$ 114,5 juta pada 9M 2021, dikarenakan peningkatan penjualan ekspor Kideco dan peningkatan beban sewa kapal tunda dan tongkang oleh Multi Tambangjaya Utama (MUTU).
Sementara itu, beban keuangan Perseroan meningkat 17,3% dari US$ 70,2 juta menjadi US$ 82,3 juta pada
9M 2021 yang terutama disebabkan oleh meningkatnya tingkat kupon obligasi baru (rata-rata 7,2% pada 6M
2021 dibandingkan dengan rata-rata 6,2% pada 6M 2020) serta tambahan utang sebesar US$ 125 juta untuk
mendanai investasi diversifikasi.
Kerugian dari operasi yang dihentikan sebesar USD 98,1 juta pada sembilan bulan pertama 2021 disebabkan transaksi divestasi MBSS pada basis 100% yang Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA)-nya ditandatangani pada 6
Agustus 2021. Harga transaksi untuk MBSS adalah Rp 660/saham dengan nilai total USD41,2 juta untuk 51% saham pada 8 Oktober 2021. Total kerugian bersih (net impact) dari divestasi 51% saham di MBSS ditambah goodwill yang tercatat sebesar US$ 66,8 juta.
Sebagai hasilnya, Perseroan membukukan rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD6,0 juta di semester I tahun 2021, dibandingkan dengan rugi sebesar USD52,5 juta pada tiga kuartal tahun 2020. Perseroan juga mencatatkan laba inti sebesar USD 83,9 juta pada periode sembilan bulan 2021, meningkat signifikan dibandingkan rugi inti sebesar USD 5,5 juta pada periode yang sama 2020.
Pada 9M 2021, posisi kas, setara kas dan aset keuangan lain Perseroan mencapai US$ 856,0 juta. Realisasi biaya modal (capital expenditure) pada 9M 2021 adalah sebesar US$ 34,7 juta, dimana US$ 23,1 juta digunakan untuk pemeliharaan dan penggantian aset Petrosea dan sisanya diperuntukkan untuk proyek diversifikasi.
Azis Armand, Wakil Direktur Utama dan Group CEO Indika Energy, mengatakan sepanjang sembilan bulan di 2021, Perseroan berhasil mencapai target produksi batu bara yang ditetapkan. Meningkatnya harga jual rata-rata atau Average Selling Price (ASP) batubara juga turut berperan dalam peningkatan pendapatan Perseroan. Diversifikasi usaha yang dilakukan Perseroan sejak 2018 telah merambah ke berbagai bidang termasuk tambang emas, teknologi digital, solusi berbasis alam, serta energi baru dan terbarukan.
Hal ini dilakukan untuk mendukung aspirasi Perseroan untuk meningkatkan pendapatan dari sektor non batubara menjadi 50% di tahun 2025 dan mencapat netral karbon pada tahun 2050. Hal ini juga selaras dengan tujuan eksistensi Indika Energy untuk memberi energi pada Indonesia demi masa depan yang berkelanjutan.
“Indika Energy akan semakin memperkuat diversifikasi usaha yang telah dilakukan dalam 3 tahun terakhir. Di samping itu, sustainability (keberlanjutan) juga menjadi agenda utama dalam seluruh kegiatan operasional kami di tahun
2022,” tegas Azis.