Beranda Tambang Today Rupiah Tertekan di Angka Rp14.189 per USD

Rupiah Tertekan di Angka Rp14.189 per USD

ilustrasi

Jakarta, TAMBANG – Harapan positif pasar AS terhadap kesepakatan dagang AS-China, membuat laju USD menguat. Tak ayal, pelemahan Rupiah pun tak terelakkan. Rupiah diestimasikan bergerak dengan kisaran support Rp14.189 dan resisten Rp14.169 per USD.

 

Binaartha Institutional Research, pada Selasa (22/5), menjelaskan, adanya anggapan terhadap tekanan eksternal yang terlalu kuat membuat dosis kebijakan Bank Indonesia yang ditandai dengan kenaikan 7DRR sebesar 25 basis poin kurang begitu berhasil menstabilkan nilai tukar Rupiah, direspon negatif.

 

Bahkan sentimen positif dari optimisme Pemerintah, yang memastikan bahwa target rasio pajak 2019 yang dipatok pada kisaran 11,4 – 11,9 persen masih bisa dicapai dengan sejumlah strategi untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Serta, optimalisasi penerimaan negara khususnya pajak, yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk mencapai target defisit di bawah 2 persen pada 5 tahun ke depan, pun masih kurang untuk membangkitkan Rupiah.

 

Kurangnya sentimen positif dari dalam negeri yang riil bisa langsung dirasakan pasar, membuat laju Rupiah berpeluang kembali melemah. Untuk itu, masih dominannya penguatan USD membuat laju Rupiah kembali kehilangan momen untuk terapresiasi.

 

Tidak jauh berbeda dari sebelumnya dimana tetap mewaspada berbagai sentimen yang dapat membuat Rupiah kembali melemah, terutama dari masih menguatnya laju USD terhadap pergerakan sejumlah mata uang lainnya seiring kembali meningkatnya imbal hasil obligasi AS.

 

Pasar Obligasi Dalam Negeri Tertekan

Sentimen yang sama masih mempengaruhi pergerakan pasar obligasi, dimana masih adanya pelemahan Rupiah yang dibarengi dengan kenaikan imbal hasil obligasi AS, membuat laju pasar obligasi dalam negeri kembali tertekan pada perdagangan di awal pekan ini.

 

Aksi jual pun kerap terjadi sehingga membuat pergerakan imbal hasil obligasi AS kembali meningkat. Adapun untuk pergerakan masing-masing tenor ialah untuk tenor pendek (1-4 tahun) imbal hasilnya rata-rata naik 6,50 bps; tenor menengah (5-7 tahun) naik 11,86 bps; dan panjang (8-30 tahun) naik 10,41 bps.

 

Laju pasar obligasi cenderung turun. Pada FR0063 yang memiliki waktu jatuh tempo ±5 tahun dengan harga 94,31 persen memiliki imbal hasil 6,997 persen atau naik 0,11 bps dari sebelumnya di harga 94,76 persen memiliki imbal hasil 6,88 persen.

 

Untuk FR0075 yang memiliki waktu jatuh tempo ±20 tahun dengan harga 95,65 persen memiliki imbal hasil 7,94 persen atau naik 0,14 bps dari sehari sebelumnya di harga 96,96 persen memiliki imbal hasil 7,80 persen.

Pada Senin (21/5), rata-rata harga obligasi Pemerintah yang tercermin pada INDOBeX Government Clean Price turun 0,77 bps di level 112,13 dari sebelumnya di level 113,00. Sementara itu, rata-rata harga obligasi korporasi yang tercermin pada INDOBeX Corporate Clean Price turun 0,24 bps di level 106,59 dari sebelumnya di level 106,84.

 

Sementara itu, pergerakan imbal hasil SUN 10Yr berada di level 7,495 persen dari sebelumnya di level 7,44 persen dan US Govn’t bond 10Yr di level 3,061 persen dari sebelumnya di level 3,060 persen, sehingga spread di level kisaran 443,5 bps lebih tinggi dari sebelumnya 437,8 bps.

 

Sementara pada laju imbal hasil obligasi korporasi, pergerakannya cenderung variatif naik. Pada obligasi korporasi dengan rating AAA dimana imbal hasil untuk tenor 9-10 bergerak naik di kisaran level 9,06-9,15 persen.

 

Lalu, obligasi korporasi dengan rating AA untuk tenor 9-10 tahun, imbal hasilnya di kisaran level 9,90-10,00 persen. Untuk imbal hasil pada rating A dengan tenor 9-10 tahun di kisaran 11,00-11,03 persen, dan pada rating BBB di kisaran 13,60-13,85 persen.

 

Adanya sejumlah sentimen positif belum mampu memberikan imbas positif pada pergerakan pasar obligasi dimana aksi jual masih terjadi. Bahkan imbas kenaikan suku bunga acuan BI pun direspon dengan meningkatnya imbal hasil obligasi dalam negeri sehingga berimbas negatif pada pergerakan pasar obligasi. Diperkirakan peluang pelemahan masih dapat terjadi. Apalagi pelaku pasar mengantisipasi pertemuan FOMC di pekan ini.

 

Namun demikian, cermati dan waspadai jika masih adanya berbagai sentimen yang dapat membuat laju pasar obligasi kembali melemah.