Jakarta, TAMBANG – Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, menjelaskan, soal aturan royalti yang akan dibayarkan oleh pengusaha batu bara mengikuti harga pembelian.
Hal ini disampaikan Agung, mengingat ada dua Harga Batubara Acuan (HBA), yaitu HBA untuk keperluan domestik (Domestic Market Obligation/DMO) dan HBA internasional.
“Royalti juga mengikuti harga pembelian. Apabila pembelian di angka USD70 maka royalti juga di angka USD70. Apabila kemudian (pembelian) di angka USD60, maka royalti juga USD60. Begitu seterusnya,” ucap Agung di kantornya, Jumat (9/3).
Royalti yang dimaksud, merupakan royalti HBA DMO yang diserap oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) bagi keperluan pembangkit listrik. Sedangkan batu bara yang dikirim ke luar negeri, royaltinya mengikuti HBA Internasional.
“Penjualan ekspor (royaltinya) sesuai harga pasar, sesuai dengan empat index tersebut,” tandas Agung.
Sebagaimana diketahui, HBA internasional yang dicanangkan oleh pemerintah mengacu kepada empat index, yaitu New Castle Index, Global Coal, Platts, dan Indonesia Coal Index. Dengan masing-masing porsi 25 persen.
Sekedar penegasan, royalti HBA DMO hanya berlaku secara khusus bagi batu bara PLN. Sedangkan industri domestik lain seperti urea dan semen, royaltinya masih mengacu ke HBA internasional.
“Untuk kepentingan lain, untuk urea, semen dan segala macam, tetap mengikuti harga pasar internasional,” ucap Agung.
Asal tahu saja, kebijakan ini sudah disetujui oleh Kementerian Keuangan. “Penerimaan negara dengan harga USD70 tentu akan menurun, tapi kami sudah koordinasi dengan Kementerian Keuangan,” tandasnya.
Hari ini secara resmi Kementerian ESDM menetapkan HBA DMO khusus PLN sebesar USD70 per ton. Sedangkan HBA Internasional per Maret 2018, dibanderol senilai USD101,86 per ton.