Jakarta-TAMBANG. Lembaga Natural Resource Governance Institute (NRGI) pada akhir Juni silam mempublikasikan hasil riset Resource Governance Index (RGI). Riset ini menurut Emanuel Bria, Indonesia Country Manager NRGI fokus pada bagaimana tata kelola sumber daya khusus di sektor migas dan tambang. Ada tiga dimensi yang dilihat yakni akuntabilitas, bagaimana pengelolaan pendapatan dari sektor sumber daya dan kondisi sosial yang mendorong pengelolaan mingas dan minerba di suatu negara. Untuk mengelaborasi ketiganya itu ada 14 sub komponen dengan 51 indikator .
Dari hasil riset yang dilakukan selama dua tahun yakni tahun 2015 dan 2016 tersebut, Indonesia secara keseluruhan di sektor pertambangan mencapai angka memuaskan yakni 68 dari total nilai 100. Menurut Emanuel, kinerja industri pertambangan dalam hal manajemen pertambangan masuk kategori baik.
Dari sisi keterbukaan, ada perkembangan yang menggembirakan dimana Pemerintah telah membuka anggaran nasional pada publik, menyampaikan pendapatan dan pengeluaran pada publik, dan selama dua tahun terakhir telah mengikuti aturan fiskal yang membatasi defisit Pemerintah secara umum menjadi 3 persen dari PDB. “Transparansi menjadi salah satu hal yang memungkinkan tata kelola sumber daya dilaksanakan dengan baik,”kata Emanuel dalam prentasinya.
Namun demikian ada setidaknya dua komponen penting yang masih harus diperbaiki yakni tata kelola perizinan, perpajakan , dampak lokal dan BUMN. “Komponen perizinan yang mendapat nilai paling rendah yakni 37 dari 100,”lanjut Emanuel.
Ada beberapa aspek yang menjadikan nilai Indonesia turun mulai dari pengungkapan ataus kepentingan-kepentingan finansial, pemilik sebenarnya dari sebuah bisnis, dan kontrak-kotrak. “Selama ini ketika ada proses lelang, perusahaan yang mengajukan penawaran tidak pernah diungkap ke publik. Publik hanya mengetahui hasil akhir yakni pemenangnya. Kemudian pemilik perusahan pun jarang diungkap, apakah ada keterkaitan dengan pemberi izin,”katanya lagi.
Selain itu yang juga ditemukan dalam riset tersebut dampak bagi masyarakat sekitar tambang masih sangat kurang. Hal ini disinyalir karena tidak dilaksanakan peraturan yang sudah ditetapkan. “Meski peraturan mewajibkan adanya keterbukaan, informasimengenai penilaian dampak lingkungan, rencana mitigas atau kepatuhan terhadap hukum rehabilitasi. Tetapi itu tidak tersedia untuk umum,”terang Emanuel.
Kesenjangan antara hukum dengan pelaksanaanya mendapat nilai 19. Dan ini merupakan yang tertinggi kedua setelah Laos. Sementara Malaysia dan Australia memiliki kesenjangan hukum lebih besar namun pelaksanaan hukum di negara tersebut mengungguli kerangka hukum negara tersebut.
Untuk diketahui, ini kali kedua NRGI melakukan riset terkait tata kelola sumber daya alam. Jika di riset yang pertama hanya fokus di sektor minyak dan gas maka di riset kali ini sudah ditambah dengan sektor minerba. Dan untuk riset tahun ini pun di sektor minerba lebih fokus di komoditi tembaga. Sementara untuk BUMN yang dilihat adalah PT Antam,Tbk.