Jakarta – TAMBANG. Menteri ESDM merelakan pemotongan sebagian wewenangnya melalui revisi Undang-Undang Migas, demi sistem pengolalaan sumber daya migas yang lebih akuntabel. Atas inisatifnya tersebut, anggota legislatif pun terheran dan lantas menyampaikan apresiasi.
“Sepanjang yang saya ketahui, ini baru kali pertama seorang menteri malah mereduksi kewenangannya demi lahirnya tata kelola migas yang lebih kondusif bagi sebesar-besarnya kepentingan rakyat,” ujar Pimpinan Sidang Komisi VII DPR-RI, H. Mulyadi, usai mendengar paparan yang disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said, dalam Rapat Kerja yang digelar Rabu (8/4).
Respon senada juga disampaikan oleh anggota Komisi VII DPR-RI lain dari berbagai fraksi, antara lain Hadi Pramono dari Fraksi Gerindra, Kurtubi dari Fraksi Nasdem, dan Dito Ganinduto dari Fraksi Golkar.
Dalam paparan tentang pokok pikiran pemerintah terhadap rencana perubahan Undang-Undang Migas, Menteri ESDM secara umum mengungkapkan pengelolaan sumber daya migas perlu lebih mengedepankan sistem. Karenanya, kewenangan Menteri ESDM harus lebih dibatasi.
“Dengan sengaja dan sadar, saya mengurangi kewenangan menteri dalam tata kelola migas untuk menghindari pemusatan kekuasaan pada satu orang saja. Pengelolaan migas akan diserahkan pada sistem, agar transparan dan memiliki kepastian,” tegas Sudirman.
Ia pun merujuk pada kewenangan Menteri ESDM dalam perpanjangan kontrak Wilayah Kerja (WK). Dengan aturan yang berlaku saat ini, seorang menteri punya hak mutlak untuk menentukan keputusan tersebut. Tapi dalam revisi yang diajukan, akan dibuat sistem bahwa setiap kontrak WK yang akan berakhir akan secara otomatis diserahkan pada PT Pertamina (Persero). Menurut Sudirman, ini akan memberikan kepastian dan menciptakan iklim investasi yang baik bagi para pelaku usaha. Di samping itu, Pertamina pun akan mendapat kesempatan untuk menjadi BUMN migas yang tangguh.
Contoh lain yang disampaikan adalah terkait wewenang mengalokasikan gas. Ke depan, pemerintah mengusulkan pembentukan sebuah badan agregator. Badan ini akan berperan memberi kepastian mengenai alokasi gas bagi seluruh stakeholder. Tujuannya adalah membasmi praktik pemburu rente industri gas yang selama ini disinyalir merugikan banyak pihak.