Jakarta-TAMBANG. Pemerintah berencana membangun kilang minyak baru untuk menambah kapasitas produksi bahan bakar minyak di dalam negeri. Namun proyek yang diyakini akan mengurangi impor produk minyak tersebut, diminta tidak terburu-buru. Pemerintah harus mengkaji berdasarkan kebutuhan BBM masyarakat dan arah kebijakan energi nasional.
Anggota tim reformasi tata kelola migas, Djoko Siswanto mengatakan, jika tidak mempertimbangkan arah kebijakan energi nasional, ia kuatir pemerintah justru terjebak dalam pola ketergantungan BBM. Pasalnya, Dewan Energi Nasional sudah memaparkan arah kabijakan energi dengan melakukan diversivikasi ke berbagai sumber energi alternatif.
“Sekarang kan kita sedang berupaya mau beralih ke gas, lalu juga sedang membangun proyek panas bumi. Biomassa pun demikian. Nah, mau bangun kilang itu juga harus mempertimbangkan semua ini,” kata Djoko ketika bertemu Majalah TAMBANG akhir pekan lalu.
Ia memaparkan, pengolahan kilang di dalam negeri dapat menggunakan penghitungan satu banding tiga. Tiga barel minyak mentah dapat menghasilkan satu barel produk minyak. Indonesia saat ini bukan hanya mengimpor produk minyak jadi tapi juga minyak mentah lantaran produksi di dalam negeri semakin menurun.
“Artinya kita harus mengimpor minyak mentah tiga kali lebih banyak dari jumlah yang ada sekarang,” ungkap Djoko.
Pembangunan kilang, kata Djoko, bisa saja dilakukan asalkan dengan pertimbangan untuk menjaga ketahanan energi. Indonesia tetap mampu mengolah minyak di dalam negeri apabila suatu saat kesulitan mendapatkan produk minyak jadi. “Itupun sebetulnya bisa memanfaatkan kilang-kilang kita yang sekarang banyak menganggur dan tutup seperti TPPI.”