Jakarta, TAMBANG – Setelah mencabut izin rekomendasi ekspor empat perusahaan, pemerintah memberi peluang kepada mereka untuk kembali memperoleh rekomendasi. Mereka diperkenankan mengajukan lagi rekomendasi ekspor konsentrat dan mineral kadar rendah, asalkan mereka menuntaskan laporan pembangunan smelter.
“Kalau sudah laporannya selesai dan dievaluasi memenuhi, boleh memohon, bukan pasti diberi,” kata Direktur Pengusahaan Mineral Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Bambang Susigit saat ditemui di kompleks DPR RI, Senin (3/9).
Empat perusahaan yang dicabut rekomendasinya itu di antaranya PT Surya Saga Utama, PT Modern Cahaya Makmur, Integra Mining Nusantara, dan PT Lobindo Nusa Persada. Selain empat perusahaan itu, pemerintah juga memberi peringatan keras kepada PT Toshiba Indonesia.
“Iya empat perusahaan penghentian sementara dan satu peringatan keras,” ucap Bambang Susigit kepada tambang.co.id beberapa waktu lalu.
Sesuai aturan yang berlaku, setiap perusahaan berhak memperoleh rekomendasi ekspor mineral mentah, dengan syarat bersedia membangun smelter di dalam negeri. Setiap rekomendasi punya masa aktif satu tahun, dan progres smelter akan dievaluasi setiap satu semester.
Bila dalam evaluasi tersebut, ditemukan capaian pembangunan smelter yang tidak sesuai target, maka rekomendasi akan dicabut sementara. Rekomendasi bisa diajukan kembali jika perusahaan sudah memenuhi target pembangunan per semester, dan berhasil melewati evaluasi dari surveyor.
Untuk diketahui, PT Surya Saga Utama memproduksi nikel di Bombana, Sulawesi Tenggara. Smelternya tidak ada kemajuan fisiknya sejak 23 November 2017 yang berada di angka sekitar 39,44 persen. Adapun realisasi ekspor Surya Saga sekitar 51 ribu ton, dari rekomendasi yang dikantongi sekitar 3 juta ton.
Sedangkan PT Modern Cahaya Makmur, smelternya tidak menunjukkan progres sejak 23 November 2017 sebesar 76,38 persen. Modern Cahaya belum mengekspor barang tambang, sedangkan rekomendasi ekspor yang diterima sekitar 298 ribu ton.
Lalu PT Integra Mining Nusantara, kemajuan fisik hingga 28 Juni 2018 masih 20 persen. Seperti Modern, Integra pun belum mengeskpor barang tambang. Sedangkan rekomendasi ekspornya 923 ribu ton.
Terakhir, PT Lobindo Nusa Persada. Perusahaan yang memproduksi bauksit ini berada di Bintan, Kepulauan Riau. Sejak tanggal rekomendasi pembangunan 30 Oktober 2017, belum dilakukan pembangunan smelter. Perusahaan ini belum mengeskpor barang tambang, sedangkan jumlah rekomendasi ekspor 1,5 juta ton.
Sementara itu, PT Toshida Indonesia mendapatkan peringatan terakhir. Hal ini lantaran perusahaan yang memproduksi nikel di Kolaka, Sulawesi Tenggara ini juga belum menunjukkan kemajuan fisik. Terhitung sejak 11 Januari 2018 hingga 11 Juli 2018 masih 2,8 persen. Realisasi ekspornya 281 ribu ton dari jumlah rekomendasi 1,9 juta ton.
Saat ditanya, apa penyebab beberapa perusahaan yang dicabut rekomendasinya ini ada yang sama sekali tidak melakukan ekspornya?
Bambang Susigit tidak tahu pasti, dia hanya menyampaikan dugaannya saja. Dia cenderung tidak mau terlibat lebih jauh soal internal perusahaan.
“Bisa karena harga murah, lahan belum dibebasin, atau apa, enggak tau juga saya, kan bisa aja mereka menilai gak ekonomis. Misalnya, dia beli barang pakai dolar, dolar naik, enggak ekonomis,” tutupnya.