Beranda Tambang Today PWYP Ingatkan Chevron Tidak Bisa Lari dari Kewajiban ASR

PWYP Ingatkan Chevron Tidak Bisa Lari dari Kewajiban ASR

Jakarta, TAMBANG – Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah menegaskan, Chevron Indonesia berkewajiban melakukan pemulihan lingkungan yang diatur dalam klausul good mining practice. Meski tidak tersebut adanya kewajiban dana pemulihan tambang (Abandonment and Site Restoration/ASR) dalam perjanjian kontrak.

 

Maryati menanggapi ini, terkait dengan polemik dana ASR Chevron Indonesia yang dikalim tidak tertulis dalam penjanjian kontrak. Pemerintah pun sampai saat ini, belum memberikan keputusan.

 

“Kami sedang mempelajari kontrak milik Chevron, kami melihat ada klausul secara tegas soal good mining practices,” kata Maryati kepada tambang.co.id, Jumat (2/2).

 

Lebih lanjut, Maryati membeberkan, kewajiban ASR diatur oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Sementara kontrak yang ditandatangani sebelum PP tersebut terbit, tidak berkewajiban bayar ASR.

 

Meski demikian,  sambung Maryati, publik tak perlu khawatir. Selain berlandaskan klausul good mining practices, masih ada juga beberapa pilihan lain yang menjadikan dana rehabilitasi Chevron tetap akan dicairkan, guna memperbaiki lingkungan pasca pengeboran.

 

Opsi pertama, yaitu penegasan regulasi yang berlaku. Dengan terbitnya PP 35/2014 tersebut, seharusnya setiap perusahaan wajib bayar ASR meskipun tidak ada dalam kontrak. Sebab mereka punya kewajiban menaati aturan-aturan yang sedang berlaku, betapapun aturan itu baru.

 

“Kalau penegasan itu dianggap kurang kuat. Pemerintah bisa melakukan amandemen kontrak,” ucap Maryati.

 

Soal amandemen kontrak sebagai opsi kedua, Maryati menjelaskan mekanismenya, pemerintah memanggil Chevron dan membicarakan soal perjanjian baru khusus ASR, lalu kesepakatannya dilampirkan sebagai amandemen kontrak.

 

“Misalnya buat MoU (Memorandum of Understanding) lampiran kontrak,” paparnya.

 

Maryati juga membandingakan dengan kebijakan pemerintah kepada British Petroleum (BP), perusahaan minyak asal Inggris. BP secara sukarela mau menyesuaikan diri setelah diterbitkannya PP 35/2004 itu. BP dengan dikomandoi SKK Migas, berani mengeluarkan iuran ASR.

 

“Sangat baik ditentukan seperti BP itu,” tandas Maryati.

 

Opsi ketiga dan terakhir, yaitu pembagian jatah tanggung jawab antara pemerintah dengan Chevron yang terangkum dalam mekanisme cost recovery. Sebagaimana diketahui, rehabilitasi lingkungan juga diatur dalam skema cost recovery. Awalnya perusahaan dulu yang mengeluarkan uang, lalu laporannya disampaikan ke pemerintah dan dibagi dua sesuai kesepakatan kontrak.

 

“Pokok masalahnya bukan terletak pada siapa yang bayar, apakah perusahaan atau pemerintah. Itu tidak penting. Yang terpenting ialah lingkungan bisa kembali sehat. Melalui cost recovery, ada semacam ‘pembagian kue’ soal iuaran rehabilitasi lingkungan,” tutup Maryati.