Beranda Korporasi Punya Tiga PLTA, Vale Masih Beli Listrik dari PLN

Punya Tiga PLTA, Vale Masih Beli Listrik dari PLN

Instruktur Operasional PLTA Balambano, Sukardi Dulang, saat memberikan penjelasan kapasitas PLTA milik Vale di PLTA Balambano, 27 Juli lalu

Jakarta, TAMBANG –PT Vale Indonesia harus menggandeng PLN wilayah Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat (Sulselrabar),  untuk peningkatan produksi nickel matte dari 77 kilo ton per tahun menjadi 99 kilo ton pada tahun 2022.

 

Vale yang memiliki tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkekuatan total 365 mega watt (MW) yaitu PLTA Larona, PLTA Balambano dan PLTA Karebbe, menyadari kemampuan ketiga PLTA tersebut tidak bisa maksimal mendukung peningkatan produksi Vale nantinya .

 

Alhasil, Vale yang sebenarnya juga salah satu penyumbang daya listrik sebesar 10 MW untuk masyarakat melalui PLN dari ketiga PLTA tersebut, kali ini harus membeli lagi dari PLN untuk peningkatan produksi. Sebab PLN masih memiliki ketersediaan daya sebesar 460 MW, dari kapasitas daya mampu 1560 MW dan beban puncak 1100 MW.

PLTA Balambano, salah satu dari tiga PLTA penyuplai listrik untuk produksi nikel PT Vale Indonesia

 

“Sudah dilakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Vale dengan PLN pada 30 Juli lalu.  Ini upaya untuk mendapatkan dukungan sistem kelistrikan yang memadai. Dengan demikian target produksi 90 kilo ton dapat kami wujudkan,” kata Presiden Direktur & CEO PT Vale Nico Kanter, dalam keterangan resmi PT Vale Indonesia.

 

Rencana membeli listrik dari PLN ini, sebelumnya sudah terendus ketika tambang.co.id  bertemu dengan Instruktur Operasional PLTA Balambano, Sukardi Dulang, pada 27 Juli lalu. Menurut Sukardi, saat ini ketiga PLTA yang dibangun PT Vale  (Dahulu INCO, red) sejak  1979, belum mampu untuk mendukung peningkatan produksi 90 kilo ton nickel matte pada tahun 2022.

 

Pasalnya, ketiga PLTA ini menjadikan air di danau Matano, danau Mahalona dan danau Towuti yang dibendung oleh PLTA Larona. Lalu darimana sumber air PLTA Balamabano dan Karebbe? Sukardi menegaskan, energi air dua PLTA itu berasal alira PLTA Larona yang berada di atasnya. Sehingga memiliki ketergantungan dari aliran air yang diberikan oleh PLTA Larona.

 

“Kalau saat ini belum bisa mendukung itu. Tapi tim sedang berdiskusi upaya untuk peningkatan produksi itu, bisa membuat PLTA yang lebih kecil lagi atau membeli dari PLN,” kata Sukardi kepada tambang.co.id.

 

Informasi ini, awalnya sempat disanggah Chief Finance Officer (CFO) PT Vale Indonesia, Febriany. Ketika dikonfirmasikan perihal ketidakmampuan ketiga PLTA tersebut, Febriany menjelaskan, puncak beban ketiga PLTA tersebut sebesar 365 MW, sementara saat ini yang terserap energinya sebesar 280 – 300 MW.

 

Menurut perempuan yang akrab disapa Febry ini, PLTA Karebbe sesuai degan rekomendasi konsultan adalah yang terakhir karena ketinggiannya yang terakhir. Sehingga tidak memungkinkan untuk membuat PLTA-PLTA kecil. Pembangunan PLTA Karebbe yang terakhir, juga sudah memperhitungkan peningkatan produksi 90 kilo ton nickel matte ini.

 

“Harusnya sih bisa, kan baru terpakai 280-300 MW. Jadi masih ada daya yang bisa dipakai untuk peningkatan produksi, ketiga PLTA ini masih mampu. Memang kita coba alternatif lain, tapi ini bukan yang terakhir, yang jelas Karebbe terakhir (pembangunan PLTA) karena ketinggiannya,” kata Febry kepada tambang.co.id.

 

Sementara itu, General Manager PT PLN wilayah Sulselrabar Bambang Yusuf, mengatakan, PLN siap untuk menyuplai listrik bagi masyarakat dan pengusaha di wilayah Sulselrabar. Pada langkah awal, akan dilakukan studi untuk menjajaki pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi 150 kilovolt (KV) yang menghubungkan jaringan listrik PLN dan PT Vale.

 

Kerjasama bidang kelistrikan ini menurutnya, diharapkan dapat menyuplai daya tambahan untuk meningkatkan kapasitas pabrik pengolahan PT Vale di Sorowako.

 

“Penandatanganan MoU ini, kehormatan bagi kami, karena pelanggan mempercayakan pasokan listrik kepada kami,” kata Bambang Yusuf.