Karimun-TAMBANG. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Dwi Ria Latifa meminta adanya pencabutan sementara izin pertambangan di Kepri. Langkah ini perlu dilakukan, karena ada 75 perusahaan tambang di Karimun terlapor tidak membayar pajak.
“Ada 75 perusahaan tambang di Karimun yang tidak membayar pajak, itu sungguh keterlaluan. Sebagai anggota DPR dari dapil Kepri, saya meminta Pemprov Kepri melakukan moratorium izin tambang dulu,” kata Dwi, Rabu (10/12).
Pencabutan izin ini, menurutnya, sekaligus memberikan ruang pada pemerintah melakukan evaluasi terhadap aktivitas sejumlah perusahaan tambang yang tidak memberikan kontribusi kepada negara dan masyarakat.
Anggota Komisi III itu memandang perlu Pemprov Kepri, khususnya Pemkab Karimun mengkaji kembali sisi positif dan negatif pemberian izin tambang. Pasalnya, kata Ria, aktivitas tambang yang dilakukan secara ‘jor-joran’ dan berkepanjangan akan merusak ekosistem dan pencemaran lingkungan. Juga mengancam manusia yang berada di sekitar lokasi tambang.
“Memang, saya sudah mendapat informasi dari KPK. Namun, saya perlu data lebih lengkap untuk bisa membawakanya dalam rapat kerja nanti,” ucapnya.
Ia menilai, praktik penyimpangan di sektor pertambangan ini bukan persoalan baru yang harus ditangani. “Ini ada indikasi main mata, sudah masif. Nah, saya merasa terpanggil untuk melakukan investigasi dan meminta pemerintah melakukan moratorium. Tidak ada keraguan bagi saya, untuk mengungkap semua permasalah ini. Harus diusut secara detail hingga tuntas,” ungkapnya.
Terdata, di wilayah Kepri terdapat 186 perusahaan tambang mineral yang sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dari 186 perusahaan itu, 98 di antaranya terdapat di Karimun. Namun sayang, hanya 23 perusahaan yang baru memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sisanya, 75 perusahaan lagi belum memiliki NPWP.