Jakarta – TAMBANG. Proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) yang mengandalkan batu bara sebagai sumber energi memiliki potensi dampak lingkungan yang juga besar. Karenanya penggunaan teknologi pembangkit yang ramah lingkungan diharapkan bisa menekan produksi polutan.
“Pemerintah sudah menyosialisasikan untuk memasang Clean Coal Technology (CCT) pada pembangkit listrik,” kata Direktur Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman, dalam sebuah acara seminar yang digelar di Jakarta, Selasa (24/3).
Teknologi batu bara bersih tersebut diklaim akan menjadikan proyek-proyek pembangkit listrik generasi baru menjadi lebih ramah lingkungan.
Jarman juga menegaskan, untuk pembangunan pembangkit listrik berkapasitas lebih dari 600 MW harus menggunakan batu bara super bersih (super clean coal). Ini ditujukan agar emisi hasil pembakaran batu bara tersebut bisa dikendalikan.
“Seperti Batang. Nanti juga ada di pengembangan Cilacap, kemudian di pengembangan Cirebon,” ia mencontohkan.
Teknologi batu bara bersih (CCT) secara khusus dirancang untuk mengurangi emisi zat pencemar lingkungan penyebab hujan asam. Karena polutan seperti oksida sulfur (SOx), oksida nitrogen (NOx), serta abu terbang (fly ash) dilepaskan saat proses pembakaran batu bara.
Selain itu pengembangan teknologi batu bara bersih juga ditujukan untuk mengurangi emisi gas penyebab efek rumah kaca atau karbon dioksida (CO2). Dengan demikian, batu bara yang masih menjadi sumber energi andalan karena jumlah cadangannya yang sangat besar tetap bisa dimanfaatkan, namun bahaya pemanasan global juga dapat ditekan.