Jakarta-TAMBANG, Tidak transparannya sebuah proyek di setiap departemen perusahaan migas ternyata mampu menyebabkan pembengkakan modal kerja (overrun) yang memicu inefisiensi biaya. Managing Director PT Accenture Indonesia Lee Vee Meng mengatakan, overrun pada proyek perusahaan migas adalah akibat dari pengelola yang cenderung menyembuyikan informasi atas proyek yang dikerjakannya.
Selain itu, tim yang bekerja dalam sebuah proyek memiliki anggapan bahwa setiap proyek memiliki keistimewaan sendiri. Hal ini dapat menghambat kinerja perusahaan secara keseluruhan. “Akibatnya, banyak proyek melewati batas waktu dan biaya yang dialokasikan,” ucapnya di kantor Accenture, Jumat (05/06).
Lebih lanjut Lee mengatakan, solusinya adalah transparansi tiap-tiap proyek yang ada, baik permasalahan, biaya, dan progress pengerjaan. Jika masing-masing proyek tidak memiliki banyak informasi yang detail maka tidak terhindarkan lagi akan memicu keterlambat pengerjaan dan pembengkakan biaya.
Dalam pandanganyan, seringkali proyek-proyek yang tercakup dalam capital project di suatu perusahaan dirancang secara terpisah atau tidak terintegrasi satu sama lain. Dengan mengintegrasikan proyek-proyek tersebut dalam sistem yang transparan, perusahaan dapat meminimalkan inefesiensi biaya.
“Ketika perusahaan migas dapat mengolaborasikan masing-masing proyek, dia bisa mengupayakan biaya, termasuk biaya kontraktor serta pengurangan risiko,” ucapnya.
Untuk menghindari overrun pada proyek-proyek yang dikerjakan, perusahaan migas dapat mengembangkan project managing system dengan bantuan teknologi digital. Terdapat suatu sistem yang dapat melihat berbagai proyek-proyek yang dikerjakan, dan semua yang terkait dapat mengetahui informasi-informasi di berbagai proyek dalam waktu yang bersamaan.
Berdasarkan hasil kajian Universitas Indonesia mengenai multiplier effect kegiatan hulu migas bagi perekonomian nasional, disimpulkan bahwa setiap Rp 1 miliar yang dibelanjakan oleh sektor hulu migas di dalam negeri akan berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja untuk 10 orang, peningkatan produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp 700 juta dan pendapat rumah tangga sebesar Rp 200 juta.
Sementara itu, terdapat tantangan yang dihadapi antara lain, aspek kualitas, harga, dan tata waktu penyelesaian dari produk barang/jasa dalam negeri perlu ditingkatkan. Untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri, struktur biaya yang harus ditanggung oleh industri di dalam negeri harus dikurangi.
Harga minyak mentah dunia yang berubah-ubah setiap waktu menciptakan kekhawatiran di dunia perekonomian negara-negara di wilayah ASEAN. Berdasarkan situasi ini, perusahaan mulai mengevaluasi efisiensi sistem operasional, manajemen proyek, strategi pengolahan bahan mentah serta distribusi produk kepada konsumen dan pemasok. Perusahaan perlu menyusun stategi yang efektif untuk membantu mereka dalam mengoptimalkan hasil produksi serta menjalankan operasional secara efisien.