Jakarta, TAMBANG – Proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) tak jelas juntrungnya setelah kepergian Air Products and Chemicals Inc beberapa bulan lalu. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Kaltim Prima Coal (KPC) dikabarkan tertarik dengan bisnis hilirisasi lain.
Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif. Menurutnya, KPC saat ini tengah menjajaki potensi bisnis ammonia sedangkan PTBA masih berusaha mencari mitra untuk mengolah batu bara menjadi DME.
“Mungkin KPC tidak ke arah DME mungkin ke ammonia, PTBA masih berusaha mencari partner baru dan menunggu kepastian dari pemerintah misalnya penugasan dan sebagainya,” ujar Irwandi saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (21/7).
Menurut Irwandi, selain menjadi gas, batu bara memiliki potensi besar jika diubah menjadi ammonia dan pasarnya pun menjanjikan. Meski begitu, perubahan rencana hilirisasi tersebut menurutnya tetap harus berkomunikasi dahulu kepada pemerintah.
“Itu kan usulan dari industri. Tentunya harus komunikasi dengan pemerintah,” jelas Irwandy yang juga menjabat sebagai Komisaris PTBA.
Di sisi lain, PTBA juga dinilai mulai tertarik dengan hilirisasi batu bara jenis lain yakni coal to anoda, grafit dan activated carbon. Anoda dan grafit kata Irwandy sangat dibutuhkan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik.
“Mereka dari pimpinan perusahaannya masih berusaha mencari partner baru, tetap DME tapi ada juga rencana lain, misalnya batu bara jadi anoda, grafit, subtitusi grafit yang kemudian juga activated carbon,” ujar dia.
“Anoda pasti dibutuhkan, baterai kan sekarang yang jalan baru HPAL itu kan menghasilkan katoda, anodanya belum,” imbuh dia.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyampaikan bahwa proyek coal to DME PTBA akan Commercial Operation Date (COD) pada kuartal empat tahun 2027.
Arifin menyebut dampak bagi pemerintah cukup besar apabila proyek gasifikasi batu bara tersebut sudah beroperasi, di antaranya dapat menekan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG) sebesar 1 juta ton per tahun.
Hal tersebut akan berdampak pada penghematan devisa impor LPG sebesar 9,1 triliun rupiah per tahun, serta akan menambah investasi sebesar USD 2,1 miliar.