Jakarta-TAMBANG- Plt Menteri ESDM, Luhut Binsar Panjaitan mengaskan bahwa revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 1 tahun 2014 sudah selesai dilakukan. Pekan depan, kemungkinan sudah dirilis ke publik. Revisi terhadap PP nopmor 1 tahun 2014 tersebut menjadi angin segar bagi industri pertambangan, khususnya tambang mineral. Ekspor konsentrat akan diberikanmulai Januari 2017.
Melalui revisi aturan ini, relaksasi ekspor akan diberlakukan antara 3 sampai 5 tahun sejak PP baru diberlakukan. Sehingga diperkirakan masa relaksasi ekspor konsentrat akan berlaku sampai 2021. Selama masa perpanjangan relaksasi ini, diharapkan perusahaan-perusahaan tambang dapat memenuhi kewajibannya melakukan hilirisasi mineral di dalam negeri dengan menyelesaikan pembangunan smelter.
“Kita baru finalisasikan mengenai revisi PP Nomor 1 Tahun 2014. Intinya berkeadilan, jangan sampai ada yang dirugikan, tapi tentu tidak semua sempurna. Misalnya kita akan memberi waktu 3-5 tahun untuk pembangunan smelter. 5 tahun itu maksimum, setelah 5 tahun tidak bangun akan kita cabut izin pertambangannya,” kata Luhut, usai menghadiri acara peringatan hari ulang tahun pertambangan, Selasa (4/10/2016).
Dengan revisi PP 1/2014 ini, perusahaan tambang dalam negeri tetap bisa mengekspor konsentrat pasca Januari 2017, meskipun Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) belum selesai direvisi. “Kalau pun revisi UU Minerba terlambat, dengan PP ini kita tetap bisa jalan,” cetus Luhut.
Dia menjelaskan, perusahaan-perusahaan yang belum selesai membangun smelter bisa tetap mengekspor konsentrat dengan membayar bea keluar (BK) seperti sekarang. BK yang baru akan disusun bersama dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Prinsipnya sama, besar BK tergantung perkembangan smelter yang dibangun, semakin baik progres smelter maka semakin rendah BK yang harus dibayar. Hanya saja, relaksasi kali ini lebih luas, akan lebih banyak komoditas mineral yang bisa diekspor.
“Perusahaan-perusahaan yang sedang membangun smelter, itu kita berikan peluang relaksasi secara bertingkat sesuai progres pembangunan smelternya, dan diawasi. Dia harus membayar bea keluar yang akan kita terapkan bertingkat sesuai progres pembangunan smelter. Angkanya nanti kita susun bersama Kementerian Keuangan,” dia menuturkan.
Tak hanya konsentrat saja, Luhut bahkan membuka kemungkinan pembukaan keran ekspor beberapa jenis mineral mentah, misalnya biji nikel dengan kadar rendah. Nikel dengan kandungan 1,8% ke bawah dan tidak diproses dalam negeri, dipertimbangakan untuk dieskpor.