Jakarta-TAMBANG. Proses pembangunan PLTU Batang berkapasitas 2x 1.000 MW, yang merupakan kerja sama pemerintah-swasta (KPS) pertama ini, mulai memasuki tahapan konstruksi.
Untuk menandai itu, PT Bhimasena Power Indonesia (PT BPI) melakukan pemagaran di area konstruksi PLTU. Sebelumnya PBI sebagai pihak penanggungjawab pembangunan dan pengoperasian PLTU Batang telah memasang pengumuman di kantor desa dan sejumlah lokasi mengenai rencana pemasangan pagar yang dilakukan. Setelah proses pemagaran usai, area PLTU dinyatakan tertutup untuk umum.
“Seluruh proses pengadaan lahan juga telah terselesaikan dengan baik, bukan hanya untuk area pembangkit tetapi juga untuk gardu induk, dan jalur transmisi sepanjang 5,5 km juga sudah selesai seluruhnya,” jelas Mohammad Effendi, Presiden Direktur PT BPI melalui keterangan resmi yang diterima redaksi Tambang, Kamis (24/3),
Pengadaan lahan PLTU seluas 226 ha seluruhnya telah selesai dilakukan. Proses konsinyasi dengan menerapkan UU No. 2/2012 pada 12.5 ha sisa lahan PLTU, dari total 226 ha lahan yang dibutuhkan juga telah diselesaikan dengan baik, dan dokumen hasil pembebasan lahan telah diserahkan dari BPN kepada PT PLN (Persero) pada 8 Desember 2015 lalu.
Sebagai tindaklanjut, PLN melakukan pemasangan papan informasi kepemilikan tanah PLN pada 11 Januari 2016 di lokasi lahan yang telah dibebaskan tersebut. PLN telah menitipkan dana konsinyasi untuk penggantian lahan di pengadilan negeri Batang. Pemilik tanah selanjutnya dapat mengambil uang pengganti di Pengadilan Negeri Batang.
Permasalahan hukum yang sempat membelit terkait pengadaan sisa lahan juga telah terselesaikan dengan diumumkannya putusan Mahkamah Agung pada 29 Februari 2016 lalu yang menolak gugatan pembatalan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Sisa Lahan PLTU.
Terkait sejumlah isu lingkungan, Effendi menegaskan telah mendapatkan berbagai perijinan yang diperlukan, termasuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang melibatkan para ahli di bidangnya.
“Kami telah melalui serangkaian proses sertifikasi dan perijinan. Proses penilaian AMDAL melibatkan para ahli yang melakukan sejumlah analisa dan kami menuangkannya dalam dokumen AMDAL yang menjadi komitmen kami kepada masyarakat dan pemerintah. Pelaksanaannya juga terus dimonitor dan dievaluasi secara berkala,” jelas Effendi.
“PLTU ini adalah proyek nasional, untuk memenuhi kebutuhan nasional. Listrik yang dihasilkan bukan hanya untuk orang Batang saja, tetapi menjadi pasokan listrik nasional,” jelas Soetadi, Wakil Bupati Batang.
Pembangunan PLTU Jawa Tengah merupakan bagian dari program elektrifikasi Jawa-Bali serta komitmen Pemerintah untuk merealisasikan penyediaan listrik sebesar 35.000 MW dalam jangka waktu 5 tahun (2014-2019). Dengan dimulainya konstruksi, diharapkan PLTU Jawa Tengah akan dapat beroperasi pada 2020 serta memasok kebutuhan listrik nasional yang kebutuhannya terus meningkat lebih dari 8% per tahun.
Soetadi berharap proyek PLTU ini akan berdampak langsung terhadap perekonomian Batang. “Penyelesaian PLTU ini sangat penting guna meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan investasinya di Batang. Iklim investasi yang positif dan kondusif akan berdampak sangat baik bagi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat,” ujar Soetadi.
Soetadi menjelaskan bahwa masyarakat perlu peka untuk menangkap peluang usaha yang tercipta dengan hadirnya PLTU, misalnya dengan berbagai usaha pendukung aktivitas PLTU baik jasa maupun barang.
“PLTU nantinya juga dapat menyerap tenaga kerja lokal, sehingga terjadi transfer ilmu dan keterampilan untuk masyarakat Batang, berbagai peluang usaha juga akan terbuka,” katanya.
Effendi menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk turut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Batang melalui pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. “Kami memiliki sejumlah program pemberdayaan yang sudah berjalan dan akan terus berlanjut misalnya dengan pembentukan koperasi dan kelompok usaha bersama, latihan keterampilan, dan berbagai bantuan infrastruktur,” ungkapnya.
Para petani terdampak juga diharapkan tidak perlu kuatir karena PT BPI telah menyediakan lahan garapan pengganti yang dapat ditujukan untuk petani penggarap terdampak. Selain itu, program kompensasi sosial yang selama ini telah dijalankan diharapkan dapat menunjang kehidupan masyarakat serta menjadi solusi sementara hingga lahan garapan pengganti dapat digunakan.
Effendi mengharapkan melalui pembangunan proyek PLTU berkapasitas 2×1.000 MW ini, masyarakat Batang dapat merasakan manfaat langsung berupa terbukanya lapangan kerja dan hadirnya sentra-sentra ekonomi baru. “Prioritas pekerja lokal juga menjadi salah satu perhatian kami,” tambahnya.