Beranda ENERGI Energi Terbarukan PLTPB Gunung Slamet Tidak Akan Seperti Sidoarjo

PLTPB Gunung Slamet Tidak Akan Seperti Sidoarjo

Yunus Saefulhak (batik kuning, red) bergeser posisi dari Direktur Panas Bumi DItjen EBTKE ke posisi Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi

Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) tidak akan memunculkan semburan gas, seperti kasus pengeboran gas Lapindo,di  Sidoarjo, Jawa Timur (Jatim).

 

Direktur Panas Bumi, Direktorat Jenderal (Ditjen) Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak, mengatakan,  tidak ada satu pun kejadian di dunia, PLTPB mengalami kejadian serupa sepeti Lapindo. Karena energi panas bumi berbeda dengan minyak dan gas (Migas). Sehingga menurutnya masyarakat di sekitar PLTPB Gunung Slamet tidak perlu khawatir, pengeboran yang dilakukan akan terjadi seperti kasus Lapindo, Sidoarjo.

 

“Kalau Migas, tekanan tinggi pada lapisan yang lemah. Sementara energi panas bumi memiliki tekanan rendah di lapisan paling keras. Tekanan untuk migas sebesar 150 bar sementara panas bumi  hanya 20 bar. Jadi tidak perlu khawatirakan terjadi seperti Lapindo, ini harus ditegaskan agar masyarakat mengetahui dan memahami lebih jelas,” kata Yunus Saefulhak, di Ditjen EBTKE, akhir Desember 2017 lalu.

 

Selain itu dikatakan Yunus, energi panas bumi adalah energi untuk warisan anak cucu di masa mendatang, yang bermanfaat untuk daerah sekitarnya.

 

“Kabupaten Banyumas dan Brebes akan punya energi milik sendiri, dan tidak bergantung pada energi fosil yang kelamaan akan habis, ini manfaat yang akan dinikmati masyarakat sekitar nantinya,” tuturnya.

 

Selain itu, energi panas bumi tidak memiliki emisi gas buang sebesar emisi lainnya seperti batubara. Sebagai contoh menurutnya, jika batubara memiliki emisi gas buang 100 persen, maka panas bumi hanya 1,5 persennya saja.

 

“Manfaat lainnya adalah sustainable atau keberlangsungan, kita hasur menghasilkan energi yang tidak hanya untuk kita, tapi untuk anak cucu kita. Negara seperti Italia sudah 100 tahun memanfaatkan panas bumi dengan 850 mega watt (MW) masih berjalan baik. Begitu juga Kamboja sudah 40 tahun dengan 235 MW juga masih berjalan baik. Karena itu, mari kita terus dukung, jaga pembangunan ini untuk terus berjalan baik dan memperbaiki langsung setiap ada masalah, karena ini energi warisan untuk anak cucu kita,” pungkasnya.