Beranda Tambang Today Umum PGE Unit Kamojang Manfaatkan Uap Panas Bumi Untuk Budidaya Jamur

PGE Unit Kamojang Manfaatkan Uap Panas Bumi Untuk Budidaya Jamur

Garut- TAMBANG- Pemafaatan uap panas  bumi di lokasi panas bumi ternyata tidak hanya untuk menghasilkan listrik. Uap panas bumi ternyata bisa dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seperti budidaya jamur bahkan sampai menggerakan alat pemotong rumput.  Ini yang dilakukan  PT Pertamina Geothermal (PGE) area Kamojang.

 

Semua kegiatan pemanfaatan uap panas bumi tersebut dimaksudkan  untuk membantu masyarakat yang berada di sekitar lokasi pembangkit listrik panas bumi (PLTP) Kamojang. Beberapa kegiatan yang memanfaatkan uap panas bumi diantaranya budidaya jamur, pengeringan kopi juga pemanfaatan uap panas bumi secara langsung untuk budidaya anggrek. Bahkan uap panas bumi juga dimanfaatkan karyawan untuk alat memotong rumput juga pengecetan kepala sumur.

 

Salah satu kegiatan dalam budidaya jamur yang cukup banyak memanfaatkan energi adalah proses sterilisasi. Biasanya, masyarakat menggunakan LPG atau yang lebih konvensional menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi untuk melakukan sterilisasi media tanam jamur. Pertamina geothermal (PGE) area Kamojang, melakukan inovasi dengan memanfaatkan uap panas bumi yang tersedia sebagai media untuk sterilisasi dalam budidaya jamur.

 

“Jika selama ini membutuhkan LPG atau lainnya dengan waktu yang relatif lama, maka dengan uap panas bumi, hanya dalam waktu 6 jam, kegiatan sterilisasi sudah selesai. Dalam 1 kali kegiatan steril, bisa digunakan untuk 10 kali panen, sehingga jelas lebih efisien dan efektif,” demikian dijelaskan Wawan Darmawan General Manajer PT Pertamina Geothermal area Kamojang, saat menerima kunjungan media di  Kamojang akhir pekan lalu.

 

Kegiatan budidaya jamur diawali dengan menyiapkan media tanam, setelah itu media tanam tersebut dimasukan dalam ruang inkubasi. Sebanyak 600 media tanam bisa langsung dilakukan sterilisasi sekaligus. Panas dalam ruang inkubator dihasilkan dari steam generator yang mengambil panas langsung dari pipa uap panas bumi. Dari ruang inkubator, bibit jamur yang diinginkan siap ditanam dan 40 hari setelahnya siap berproduksi.

 

Wawan mejelaskan bahwa pemanfaatan uap panas bumi untuk budidaya jamur ini sudah dilakukan sejak 2010. Karena uap panas bumi hanya bisa dimanfaatkan di dalam wilayah kerja PGE area Kamojang, maka kegiatan budidaya pun dilakukan di dalam lokasi kerja. Masyarakat yang terlibat untuk pendistribusian atau penjulan, harus datang dan mengambil jamur di dalam lokasi panas bumi Kamojang.

 

“Kita memanfaatkan uap yang ada di jaringan pipa sebelum menuju ke proses menjadi listrik. Sehingga kegiatan budidaya dilakukan di dalam wilayah kerja, tidak bisa di luar,” imbuhnya lagi.

 

Hal yang sama juga terjadi dalam pemanfaatan langsung uap panas bumi untuk pengeringan kopi. Meski harus dilakukan di dalam lokasi, namun jauh lebih efektif dibandingkan dengan proses pengeringan kopi secara konvensional.  Jika selama ini untuk pengeringan kopi masyarakat membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk menjemur, maka dengan  alat yang memanfaatkan uap panas bumi tersebut, hanya butuh waktu 15 menit.

 

“Masyarakat yang ingin mengeringkan kopi, silahkan datang dan tidak dipungut bayaran. Saat ini masih dalam skala ujicoba dengan kapasitas sekali pengeringan sebanyak 10 kilogram,” tambahnya lagi.

 

Selain untuk  budidaya jamur dan kopi, uap panas bumi juga dipakai untuk budidaya anggrek, juga dimanfaatkan untuk alat pemotong rumput juga bisa dimanfaatkan secara langsung untuk pengecetan kepala sumur, sehingga tidak perlu lagi menggunakan kompresor.

 

Selain itu,  sumber panas`dari uap yang mengalir melalui pipa yang membentang dari sumur menuju tahapan akhir menjadi listrik, ternyata juga bisa dimanfaatkan  untuk penerangan, melalui apa yang dinamakan thermoelectric. Thermoelectric dimanfaatkan melalui perbedaan suhu panas uap dan dingin sehingga menghasilkan listrik. Listrik yang dihasilkan dimanfaatkan untuk penerangan sepanjang jalur pipa.

 

“Semua inovasi ini dilakukan oleh karyawan PGE area Kamojang. Hal ini juga menunjukan bahwa ada banyak manfaat yang bisa didapatkan dari uap panas bumi. Muaranya menghasilkan listrik, namun sepanjang perjalanan, bisa dimanfaatkan untuk kepentingan lain yang memberi nilai tambah bagi perusahaan dan juga masyarakat,” demikian dijelaskan Wawan Darmawan.

 

Inovasi pemanfaatan uap panas bumi untuk berbagai kegiatan khususnya yang terkait dengan masyarakat sekitar lokasi, merupakan bagian dari  nilai yang tertuang dalam program tanggungjawab sosial dan lingkungan atau CSR PT Pertamina Geothermal area Kamojang.

 

Di luar itu, PT Pertamina Geothermal area Kamojang, tetap konsisten dalam menjalankan program Tanggungjawab Sosia dan Lingkungan (TJSL) atau CSR dengan tetap menekankan pada aspek pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan lingkungan serta yang terkait dengan aspek ekonomi berkelanjutan.

 

Konservasi Elang

Selain itu, terkait pemanfaatan langsung uap panas bumi untuk membantu masyarakat sekitar wilayah kerja, PT Pertamina Geothermal area Kamojang juga tetap peduli pada konservasi satwa-satwa yang terancam punah. Salah satunya dengan mendirikan Pusat Konservasi Elang Kamojang. Pusat Konservasi Elang merupakan sebuah kegiatan hasil kerjasama antara Pertamina Geothermal area Kamojang dengan Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Jawa Barat serta Raptor Indonesia.

 

Zaini Rahman, Ketua Perkumpulan Raptor Indonesia yang menangani secara langsung kegiatan di pusat Konservasi Elang mengatakan, saat ini sekitar 17 ekor elang berhasil diselamatkan di pusat konservasi elang tersebut. Elang-elang yang ebarad di sana, berasal dari hasil tangakapn liar warga, ada pula yang diserahkan oleh warga yang selama ini memelihara ada juga yang diserahkan oleh BKSDA.

 

Kondisinyapun bervariatif. Ada yang sehat dan terus dilatih dan siap dilepaslaiarkan kembali, tetapi ada juga yang  harus merelakan diri menjadi bahan observasi dan edukasi serta tidak bisa dilepasliarkan. “Biasanya kalau yang masuk dalam kandang edukasi adalah elang yang dalam kondisi cacat permanen dan tidak mungkin bisa disembuhkan,” demikian jelas Zaini.

 

Sejak dididirkan pada 2014 lalu, pusat konservasi elang Kamojang sudah berhasil melepasliarkan 7 ekor elang dari berbagai jenis untuk hidup kembali ke alam liar sebagai habitat utamanya, setelah melalui masa konservasi dan pelatihan.

 

Menurut Zaini, Indonesia memiliki 75 jenis elang dari sekitar 150 jenis elang yang berada di seluruh dunia. Ia berharap, lebih banyak masyarakat yang sadar untuk melepas atau menyerahkan elang kepada pihaknya agar dilatih untuk dilepas kembali ke alam liar jika kondisinya memungkinkan.

 

Menurut Wawan darmawan, kehadiran Pusat Konservasi Elang Kamojang merupakan bukti komitmen PGE area Kamojang terhadap pelestarian satwa-satwa endemik Indonesia yang terancam punah. Pusat Konservasi elang ini merupakan yang pertama di Indonesia.