Beranda Mineral Perusahaan Tambang Sandiaga Uno Segera Masuk Bursa

Perusahaan Tambang Sandiaga Uno Segera Masuk Bursa

Banyuwangi, Jawa Timur –TAMBANG. Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mendadak jadi perbincangan hangat di kalangan pebisnis tambang. Kota di ujung timur Pulau Jawa itu disebut-sebut memiliki kandungan emas melimpah. Jumlah emas di perut bumi Banyuwangi diperkirakan melebihi tambang emas batu hijau milik PT Newmont Nusa Tenggara, dan sedikit di bawah jumlah kandungan emas di tambang Grassberg milik PT Freeport Indonesia.

Kandungan emas itu bertumpuk di wilayah Tumpang Pitu (Tujuh Bukit), yang dikuasai oleh PT Merdeka Copper Gold melalui izin usaha pertambangan (IUP) dua anak usaha perusahaan, yakni PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI).

 

Lokasi IUP BSI dan DSI terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggrahan, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. IUP BSI seluas 4.998 hektar dan DSI 6.623 hektar.

Melimpahnya kekayaan terpendam di kawasan Tumpamg Pitu lantaran area tersebut merupakan bagian dari busur magmatik Sunda-Banda. Area itu memiliki variasi tipe mineral dominan, seperti disebutkan dalam dokumen “Resource Estimation of the Tujuh Bukit Project, Eastern Java, Indonesia” yang disusun H&SC.

 

Dalam dokumen yang dibuat sesuai standar JORC Code (sistem klasifikasi sumber daya mineral yang diterima dunia internasional) disebutkan bahwa di bawah lapisan oksida tambang Tumpang Pitu terkandung sumber daya tembaga sebesar 19,28 miliar pound.

Jumlah itu jauh lebih besar ketimbang kandungan tembaga di tambang Batu Hijau dan Elang Dodo milik Newmont yang hanya 6,3 miliar pound. Kandungan emas di tambang Merdeka juga diyakini lebih besar, yakni sebanyak 28 juta Oz. Sementara di Newmont cuma ada 9,3 juta Oz.

Modal kekayaan tambang di Tumpang Pitu itulah yang kemudian ‘dijual’ ketika Merdeka Copper Gold mengawali langkahnya masuk ke bursa saham pada pertengahan Mei lalu.

 

Alhasil, saat penawaran saham perdana (IPO, Initial Public Offering) pada 12 Mei lalu, Merdeka telah menerbitkan 874,36 juta lembar saham setara dengan 22,1 persen modal disetor. Harga sahamnya senilai Rp 1.800 hingga Rp 2.100 per saham.

Dengan kisaran harga tersebut, perusahaan tambang mineral Grup Saratoga itu menargetkan raupan dana hingga Rp 1,8 trilyun. Padahal perusahaan itu belum berproduksi dan masih membukukan rugi bersih.

Menurut Direktur Bahana Securitas Novita Lubis, yang menjadi penjamin emisi (underwriter), harga IPO tersebut akan mendongkrak kapitalisasi pasar Merdeka Copper sebesar maksimal Rp 8,3 trilyun.

Direktur Merdeka Copper Hardi Wijaya Liong meyakini, Perseroan mampu mencetak laba hingga US $ 19,2 juta pada 2017, dua tahun setelah kegiatan pengerukan emas dan tembaga berjalan. “Setelah pengembangan wilayah selesai, pada akhur 2016 kami sudah bisa berproduksi, dan beroperasi hingga 9 tahun ke depan,” ungkapnya usai gelaran IPO.

Hardi menjelaskan, perusahaannya akan memproduksi bijih rata-rata 3 juta ton per tahun untuk mendukung produksi tahunan emas 90 ribu ounce dan perak 1 juta ounce. Ia merasa optimis dapat meraih dukungan investor saat harga komoditas rendah dan ekonomi Indonesia yang melemah.

Pemegang mayoritas saham Merdeka adalah PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) dan PT Provident Capital Indonesia. Dua perusahaan investasi itu didirikan taipan Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya. Duduk sebagai presiden komisaris Merdeka adalah Jenderal (TNI) AM Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intilejen Negara (BIN) yang menjadi sekutu kental Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan merupakan salah satu tokoh berpengaruh di lingkaran terdekat Presiden Jokowi.

Tak cuma sang ayah yang digandeng, anak Hendropriyono juga masuk di jajaran dewan direksi. Tertera di prospektus perusahaan, Rony N. Hendropriyono menjabat sebagai direktur yang membidangi tanggung jawab sosial dan lingkungan hidup serta hubungan komunitas.

 

Dua hal yang berkaitan erat dengan aspek ‘pengamanan’ operasi tambang Merdeka dalam kaitannya dengan masyarakat setempat dan para pemangku kepentingan lainnya.

Selain itu, sejumlah nama tokoh penting dan berpengaruh juga tertera di jajaran komisaris dan direksi perusahaan. Di antaranya adalah Zannuba Arifah CH yang didapuk sebagai Komisaris Independen. Tokoh yang akrab dipanggil Yenny Wahid itu tak lain putri kedua mantan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama (NU) dan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid (alm).

 

Bisa dipahami kalau Merdeka merekrut keturunan pendiri NU itu, sebab  tambang Merdeka berlokasi di Jawa Timur, area yang menjadi basis utama NU.

Tampaknya para tokoh yang sedang bersinar itu didapuk menjadi ‘benteng’ bagi operasional perusahaan. Maklum untuk mendekap tambang Tumpang Pitu, grup Saratoga harus melalui jalan panjang penuh duri.
Sebelum Grup Saratoga masuk ke perusahaan ini, proyek Tumpang Pitu dililit konflik perebutan saham. Awalnya, proyek tambang ini dimiliki perusahaan asal Australia, Intrepid, bekerja sama dengan PT Indo Multi Niaga (IMN), yakni perusahaan bentukan Maya Miranda Ambarsari dan Reza Nazaruddin, serta investor yang juga berasal dari Australia, Paul Willis. Saat didirikan, komposisi saham adalah: 70 persen Intrepid, 10 persen Wilis, dan sisanya IMN.

Di tengah jalan, Intrepid tersandung regulasi di UU No. 4/2009 yang melarang kepemilikan saham mayoritas oleh investor asing di sektor tambang. IMN berjanji akan menyelesaikan persoalan ini. IMN lalu menjual Proyek Tujuh Bukit ke Merdeka.

Di sinilah awal mula konflik. Intrepid berkeberatan atas aksi IMN yang dituding ‘main mata’ dengan Edwin Soeryadjaya, pemilik Saratoga, untuk mengambil alih tambang Tumpang Pitu secara tak sah.

 

Padahal, semula posisi Saratoga hanya menjadi penengah dalam proses restrukturisasi ini. Sebagai solusinya, Merdeka sepakat untuk menerbitkan obligasi konversi yang bisa ditukarkan IMN, Intrepid dan Paul Willis, dengan saham baru Merdeka bersamaan dengan proses IPO.

Selain konflik pemegang saham, Merdeka Copper dihadapkan pada masalah tumpang tindih lahan anak usahanya. Area tambang milik BSI dan DSI tumpang tindih dengan kawasan hutan, seperti hutan produksi dan hutan lindung. BSI sendiri sudah memperoleh persetujuan prinsip dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 25 Juli 2014 untuk areal pertambangan dan operasi produksi emas seluas 994,7 hektar.

 

Salah satu syarat dalam persetujuan prinsip itu, BSI diwajibkan menyediakan lahan kompensasi dengan perbandingan 1 : 2 atau seluas 1.989,4 hektar.

Adapun DSI belum memperoleh persetujuan dari instansi pemerintah terkait untuk penggunaan lahan tambang yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Saat ini, mereka masih dalam proses memperoleh pertimbangan teknis sebagai salah satu persyaratan dari permohonan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Eksplorasi atas IUP milik DSI seluas 6.623 hektar.

 

Sebelum diperolehnya IPPKH Eksplorasi tersebut, DSI masih ‘diharamkan’ melakukan kegiatan apapun di tambang Tumpang Pitu.

Foto: Tenda Penambang Rakyat di Tumpang Pitu.

Sumber Foto : www.kantorberitaawdi.com

Penulis: Heru Pamuji