Jakarta TAMBANG – Pemerintah resmi mengimplementasikan aplikasi online untuk menerima setoran negara dari pengusaha. Pemberlakuan aplikasi e-PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) itu dimulai hari ini, Jumat (1/3).
Direktur Penerimaan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Johnson Pakpahan menuturkan, seluruh perusahaan tambang diwajibkan menggunakan aplikasi tersebut. Mulai dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), hingga pemegang Kontrak Karya (KK).
“Seluruhnya, baik yang kewenangan perizinannya ada di (Pemerintah) Daerah atau yang ada diĀ (Pemerintah) Pusat,” tutur Johnson Pakpahan.
Melalui e-PNBP, pengusaha diminta membayar pajak terlebih dahulu sebelum melakukan pengapalan. Seusai menunaikan kewajibannya, pengusaha akan diberi semacam tanda bukti. Tanpa memegang tanda bukti ini, petugas di lapangan tidak akan mengizinkan kapal berlayar mengirim barang tambang.
“Yang punya tambang kewajibannya bayar di muka, sebelum mengirim barang lewat kapal. Kalau belum bayar tidak bisa dilayarkan. Ada waktunya satu bulan untuk memfinalkan. Proses pengapalan sampai FOB (Free On Board), diberikan sekitar 1 bulan untuk memfinalkan,” ucap Jhonson.
Menurutnya, aplikasi tersebut diluncurkan guna membenahi administrasi pencatatan penerimaan negara. Sebelumnya, PNBP diinventarisir secara manual. Perusahaan dapat melakukan pembayaran setoran melalui bank atau kantor pos. Kemudian perusahaan tidak menyerahkan pencatatan itu kepada Ditjen Minerba.
“Yang jadi masalah, biasanya awalnya melalui formulir SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak), setoran pajak bisa melalui bank dan kantor pos. Di situ yang jadi masalah, tidak tercatat. Tapi sebenarnya (setoran) itu masuk ke kas negara. Cuma ketika pemeriksa masuk, tidak ada buktinya,” ungkap Johnson.
Sebelumnya, perusahaan juga sudah mengenal aplikasi sejenis e-PNBP yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, yaitu aplikasi Sistem Informasi PNBP Online (Simfoni). Tapi, aplikasi ini dinilai kurang memadai. Pasalnya, perusahaan membayar PNBP hanya berdasarkan nilai kira-kira.
“Ini masih ada kelemahan, berapa yang perusahaan bayar itu yang dilakukan. Sistemnya sales assesment. Karena belum diperiksa, maka mereka membayar sesuai kira-kira yang akan dibayarkan,” beber Johnson.
Sedangkan melalui e-PNBP, penghitungan setoran dilakukan secara rangkap dua kali. Penghitungannya meliputi jumlah tonase, kualitas serta kadar komoditas, nama kapal, dan lain sebagainya.
Kemudian, e-PNBP juga menyediakan spesifikasi masing-masing komoditas hingga jumlahnya mencapai 60 varian. Seperti batu bara yang diperinci dengan berbagai kalorinya, nikel dengan berbagai kadarnya, dan seterusnya.
Jhonson memastikan, penghitungan lewat e-PNBP akan lebih akurat dari pada Simfoni. Sehingga perusahaan diklaim tidak akan mengalami kelebihan bayar ataupun selisih kurang bayar.
Untuk diketahui, perusahaan yang dapat mengakses e-PNBP adalah perusahaan yang dinyatakan clear and clear (CnC), alias izinnya tidak bermasalah. Berdasarkan catatat Ditjen Minerba per Februari 2019, jumlah IUP CnC mencapai 2.983, meliputi jenis mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan batu bara.