Singapura, TAMBANG. “KAMI mandek di lepas pantai Singapura. Menunggu ada yang mengontrak,’’ kata komandan sebuah kapal milik perusahaan yang bermarkas di New York. ‘’Angin laut yang panas dan kebosanan jadi suasana saya sehari-hari. Pekerjaan saya sekarang adalah memisah perkelahian di antara awak kapal,’’ kata si komandan kapal.
Keluhan si komandan kapal itu bisa Anda baca di koran The Wall Street Journal edisi hari ini. Intinya, saat ini banyak kapal yang menganggur karena tak ada muatan yang bisa diangkut. Para pialang angkutan perkapalan memperkirakan sebanyak 690 kapal curah kering, atau 7% dari total armada di dunia, saat ini menganggur. Untuk menyesuaikan antara jumlah kapal dengan jumlah muatan di pasar, perlu 1.300-an kapal lagi yang diparkir.
Richard duMoulin, pemilik Intrepid Shipping LLC di Connecticut, Amerika Serikat, yang memiliki tiga kapal curah kering mengatakan, akan terjadi situasi yang lebih buruk, sebelum situasi yang lebih baik terjadi.
Turunnya industri di Cina merupakan penyebab utama ambruknya industri pengangkutan lewat laut. Cina merupakan konsumen terbesar material curah seperti bijih besi, bauksit, maupun semen. Berkurangnya permintaan dari Cina membuat pengangkutan komoditi ikut berkurang drastis.
Indeks Barang Curah Kering Baltic, indeks yang mengukur kelayakan harga komoditi dengan ongkos pengangkutan lewat kapal, mencapai titik terendah pada 10 Februari lalu, yakni 290, terendah dalam 31 tahun sejak adanya indeks Baltic. Pekan lalu angkanya sedikit meningkat, tetapi masih 74% di bawah puncak tahun lalu, yang dicapai pada Agustus 2015.
‘’Indeks Baltic menunjukkan angka rendah terus, setiap hari,’’ kata Emmanuele Lauro, Kepala Eksekutif Scorpio Bulker, salah satu perusahaan kapal pengangkut barang curah kering terbesar di dunia. Scorpio sudah terdaftar di Bursa New York. ‘’Situasinya menakutkan,’’ lanjutnya.
Scorpio Bulkers bersama Star Bulk Carriers Corp kehilangan 90% nilai pasarnya dibanding tahun lalu. Situasi seperti ini terjadi di perusahaan perkapalan lainnya. Sehingga secara umum, perusahaan perkapalan menghadapi kesulitan keuangan, sulit mencari kredit, serta susahnya mendapatkan investor luar untuk pengembangan.
Operator perkapalan dengan dana dan sumber daya manusia cukup lebih memilih memarkir kapalnya di luar pelabuhan, sambil menunggu datangnya muatan.
‘’Saat ini merupakan situasi terburuk. Kini saatnya membeli,’’ kata Leon Patitsas, Kepala Eksekutif Atlas Maritime, perusahaan perkapalan dari Yunani.
Patitsas mengatakan, dia tengah mengincar sebuah kapal curah kering yang akan disita bank, setelah pemiliknya gagal membayar pinjaman. ‘’Ini waktu yang tepat untuk membeli,’’ katanya.
Pengangkut muatan curah berupaya mengurangi kapasitasnya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan PHK ‘’terselubung’’. Seluruh awak kapal diistirahatkan, sambil menunggu order baru. Hanya tiga awak kapal yang disisakan untuk merawat kapal.
Tempat yang populer untuk memarkir kapal yang menganggur adalah Singapura, Indonesia, dan Cina.
Lazaridis, dari perusahaan agen perkapalan Allied Shipbroking, Yunani, mengatakan, sebagian besar pemilik kapal dapat mengoperasikan kapalnya merugi selama dua bulan sebelum akhirnya memecat pegawainya, atau mengistirahatkan kapalnya.
Kapal curah ukuran capesize sekarang ini tarifnya hanya $3.000 per hari. Padahal, biaya minimalnya adlah $6.000 untuk mencapai titik impas, bila kapalnya itu dibeli dengan duit sendiri. Bila dibiayai dengan duit bank, tarifnya minimal adalah $12.000 per hari.
Rendahnya harga sewa itu yang akhirnya membuat banyak perusahaan perkapalan gulung tikar.
Foto: Salah satu kapal curah pengangkut batu bara. Kapal jenis ini banyak yang menganggur karena kurang muatan.
Sumber foto: Washingtonspectator.us