Jakarta-TAMBANG.PT Pertamina (Persero), badan usaha milik negara di sektor energi terintegrasi, telah merealisasikan Program Bahan Bakar Minyak Satu Harga di sembilan wilayah di sembilan provinsi.
Ke sembilan wilayah itu adalah P Batu, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara; Siberut Tengah, Kepulauan Mentawai, Propinsi Sumbar; dan Kepulauan Karimun Jawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
Selain itu, Pulau Raas, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur; Tj Pengamus, Kabupaten Sumbawa, Propinsi Nusa Tenggara Barat; Waingapu, Kabupaten Suba Timur, Propinsi NTT; Wangi-Wangi, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara; Moswaren, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat; dan Long Apari, Kabupaten Mahakam Hulu, Provinsi Kalimantan Timur.
“Sejak akhir Februari 2017, warga di daerah tersebut bisa mendapatkan BBM jenis premium seharga Rp6.450 per liter dan solar Rp5.150 per liter,” ujar Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication Pertamina di Jakarta, Senin (6/3). Sebelumnya, warga membeli Premium pada kisaran Rp8.000-Rp15.000 per liter dan Solar Rp7.000-Rp18.000 per liter.
Program BBM Satu Harga sejalan dengan Permen ESDM Nomor 36 Tahun 2016 tentang Percepatan Pemberlakuan Satu Harga Jenis BBM Tertentu dan Jenis BBM Khusus Penugasan Secara Nasional sejak 1 Januari 2017. Regulasi BBm Satu Harga juga ditetapkan melalui Surat Keputusan SK Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Nomor 09.K/10/DJM.O/2017 mengatur 148 kabupaten sebagai lokasi pendistribusian BBM Satu Harga secara bertahap dari 2017-2020.
Wianda mengatakan Pertamina terus melakukan progres pemetaan 148 kabupaten yang telah ditetapkan sebagai lokasi sasaran Program BBM Satu Harga. Hasil pemetaan Pertamina, hingga 2 Maret 2017 sudah ada 53 lokasi yang ditentukan untuk mendapatkan BBM Satu Harga yang sembilan di antaranya sudah beroperasi.
“Proses pemetaan hingga terealisasinya BBM Satu Harga di suatu wilayah memerlukan waktu yakni setelah lokasi ditetapkan, Pertamina melakukan survei transportasi BBM, proaktif menggandeng investor lokal, pembangunan inftrastruktur hingga akhirnya agen premium, minyak, dan solar (APMS) beroperasi,” katanya.
Sesuai peta jalan BBM Satu Harga, pada 2017, pemerintah menargetkan pembangunan SPBU mini berkapasitas masing-masing lima kiloliter/hari di 22 lokasi 14 provinsi, yaitu Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Provinsi Bengkulu, Kalimantan Utara, dan Jawa Tengah. Selain itu, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Pertamina optimistis merealiasikan BBM Satu harga pada 2017 sesuai amanat pemerintah. Selanjutnya pada 2018 dibangun lembaga penyalur daerah terpencil di 45 lokasi yang akan terus ditingkatkan hingga target terpenuhi pada 2020.
Andy Noorsaman Sommeng, Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), mengatakan BPH Migas akan melakukan verifikasi soal penerapan BBM Satu Harga untuk daerah tertinggal, terluar, dan terdepan. Hal ini akan dilakukan agar akses energi kepada masyarakat semakin baik dan berkeadilan. “Kami akan coba konfirmasi dan verifikasi kepada Pertamina terkait realisasi penerapan BBM Satu Harga tersebut,” ujarnya.
Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan BBM Satu Harga yang diterapkan Pertamina merupakan kebijakan luar biasa. Bukan hanya soal daya beli bagi konsumen tapi lebih dari itu adalah soal nasionalisme. “Ini soal Merah Putih,” katanya.
Kendati begitu, menurut Tulus, Pertamina dan pemerintah harus mengawasi dengan ketat agar kebijakan BBM Satu Harga itu tidak melenceng dan tidak dilanggar.”Saya mendapat laporan bahwa di lapangan terjadi pelanggaran,” ujarnya.
Rosan P Roeslani, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyatakan Kadin mendukung penuh program BBM satu harga yang dicanangkan Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penerapan program tersebut akan mendorong pembangunan di kawasan terluar, terdepan, dan tertinggal. “Kami sangat mengapresiasi program BBM Satu Harga untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antara wilayah Indonesia Barat dengan Timur,” katanya.