Beranda ENERGI Migas Pertamina Sanggah BBM di Papua Kembali Mahal

Pertamina Sanggah BBM di Papua Kembali Mahal

ilustrasi

Jakarta, TAMBANG – Kebijakan satu harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Papua belum berjalan mulus. Harga yang setara dengan di Pulau Jawa, dikabarkan kembali berubah setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) meninggalkan Tanah Papua.

 

Tokoh agama di Papua, Pastor John Djonga mengatakan, pada saat Jokowi blusukan ke Papua, harga BBM setara dengan di Pulau Jawa yaitu Rp6.450 per liter untuk premium dan Rp5.150 per liter untuk solar. Namun sepulangnya Jokowi, harga kembali meroket menjadi Rp30.000 hingga Rp100.000.

 

“Ini adalah program yang baik bagi kami, tapi belum bisa berjalan baik. Karena setelah Presiden Jokowi pergi, harga kembali normal mencapai Rp 30.000 lagi,” kata  John Djonga, saat berbicara dalam Seminar Nasional “Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Papua” di Auditorium LIPI, Jakarta, Senin lalu (18/12).

 

Menanggapi itu,  Unit Manager Communication & CSR PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region VIII, Eko Kristiawan mengatakan, harga BBM di lembaga penyalur resmi Pertamina sudah sesuai dengan Peraturan Presiden mengenai BBM satu harga.

 

Bahkan menurutnya, hingga pekan kedua Desember 2017, Pertamina terus menambah jumlah Lembaga Penyalur BBM Satu Harga menjadi 42 dari target 54 penyalur agar masyarakat bisa menikmatinya. \

 

“Dengan adanya tambahan lembaga penyalur tersebut, maka masyarakat disekitar lokasi yang membeli BBM di lembaga penyalur tersebut dapat memperoleh BBM satu harga sesuai Perpres yang ditetapkan pemerintah,” kata Eko, seperti tersiara dalam siaran resmi.

 

Hanya saja, menurutnya, masih ada masalah yaitu mencari solusi untuk keberadaan pengecer atau pihak penjual di luar lembaga penyalur resmi Pertamina. Sebab harga di pengecer atau penjual non-resmi dengan harga jual yang tidak bisa dikontrol.

 

“Peranan pemerintah daerah sangat vital dalam hal mengatur, mengawasi dan mencegah pengecer agar tidak melakukan pembelian dalam jumlah yang banyak,  sehingga stok lembaga penyalur menjadi tipis. Hal ini membuka peluang para pengecer tersebut menjual BBM dengan harga tinggi,” ujarnya.