Jakarta-TAMBANG. Masyarakat saat ini banyak yang memilih beralih menggunakan LPG 12 kg ke 3 Kg yang bersubsidi. Peralihan ini menurut Pengamat energi Sofyano Zakaria karena abu-abunya Peraturan Menteri ESDM No.26 tahun 2009 tentang LPG.
Sofyano menilai Permen tersebut tidak tegas menyatakan siapa yang berhak menggunakan LPG 3kg dan hanya boleh untuk kegiatan apa. Apalagi ketika ada petinggi di negeri yang mengeluarkan pernyataan terbuka ke publik bahwa orang tidak mampu bisa mengkonsumsi elpiji bersubsidi, maka terbuka peluang orang mampu sekalipun mengkonsumsi LPG 3 Kg.
Disisi lain, kebutuhan LPG khususnya LPG subsidi Tabung 3kg dari waktu ke waktu terus menunjukkan peningkatan. Kuota LPG 3kg dan Kebutuhan LPG 3 kg sejak berjalannya konversi minyak tanah ke LPG, tidak mencerminkan konsumsi yang sebenarnya. Pertumbuhan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi kurang mendapat tempat ketika menetapkan kuota oleh Pemerintah dan DPR.
“Tuduhan bahwa LPG 3kg diselewengkan ke tabung 12kg , perlu pembuktian secara akurat berdasarkan data dan fakta yang akurat pula yang harus bisa dipertanggung jawabkan secara hukum. Tanpa hal ini, itu berarti “omdo” alias omong doing,”kata Sofyano.
Ia pun tidak yakin sepenuhnya bahwa jika terjadi kelangkaan maka ini secara otomatis dinyatakan akibat terjadinya penyelewengan. “Jika ada dugaan LPG 3 kg diselewengkan ke LPG tabung 12kg seharusnya volume penjualan LPG 12kg turun drastis. Sementara data dari tahun ke tahun nyaris menunjukkan penjualan LPG 12 kg stagnan”ungkap Sofyano yang juga Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi).
Menurut Sofyano, Pemerintah harusnya menyadari bahwa dengan konsumsi LPG 3 Kg subsidi yang mencapai sekitar 5 juta ton/tahun. Sementara konsumsi LPG non subsidi hanya 1,27 ton/tahun bisa dinyatakan bahwa banyak kelas menengah dan sebagian kelas atas beralih gunakan LPG 3 Kg bersubsidi.
Sedangkan adanya kemungkinan LPG 3kg dioplos ke tabung 12kg memang ada, namun apakah volumenya besar atau tidak dan apakah ini otomatis berpengaruh signifikan terhadap ketersediaannya , ini harus dijawab berdasarkan fakta dan data yang akurat.
Hal lain yang harusnya diperhatikan Pemerintah bahwa LPG 3kg juga telah lama dipergunakan oleh nelayan, petani yang menggunakan mesin pembajak sawah, petani tembakau yang “me-ngomprong” tembakau.
“Harusnya hal ini menjadi perhatian Pemerintah dalam menentukan kuota LPG termasuk kebijakan untuk menambah kuota ketika terjadi ketimpangan antara supply dengan demand”ungkap Sofyano dalam siaran pers yang diterima Majalah TAMBANG.
Oleh karenanya yang perlu dilakukan ke depan, pemerintah hendaknya membuat regulasi yang jelas terkait pengguna LPG 3kg. Dalam aturan tersebut harus tegas siapa yang berhak menggunakan LPG 3kg disertakan juga dengan sanksi jika ada yang melanggar. Subsidi LPG 3 kg yang sangat jauh dari harga keekonomian harusnya jadi pertimbangan serius pemerintah.
Subsidi terhadap LPG 3kg khususnya buat orang tidak mampu , harus tetap jadi prioritas Pemerintah. Tetapi bukan berarti Pemerintah harus mensubsidi dalam jumlaah yang dominant besar. Pemerintah perlu memperhatikan harga LPG yang sudah sejak tahun 2007 sampai saat ini atau kurang lebih 7 tahun tidak ada kenaikan.
“Bandingkan saja dengan Tarif Dasar Listrik bagi rumah orang orang miskin yang sudah naik beberapa kali, ternyata ini tidak menjadi “masalah” serius bagi Pemerintah dan masyarakat itu.
Pemerintah perlu melakukan penyesuaian atau kenaikan harga LPG Subsidi ini. Memang ini bukan kebijakan yang disenangi masyarakat tetapi perlu dilakukan guna meringankan beban Pemerintah di saat harga LPG dunia melambung.
Menurutnya jika Pemerintah menaikan harga jual elpiji 3kg sebesar Rp 1000 / kg saja, maka kebijakan ini sudah membantu negara mengurangi subsidi sebesar 5 juta MT x 1000/kg = Rp 5T/tahun. Ini suatu jumlah yang sangat besar.
Dengan adanya kenaikan harga LPG 12kg yang berdampak terhadap semakin tajamnya disparitas terhadap harga elpiji 3kg , maka sepanjang Pemerintah belum bermaksud mengurangi subsidi elpiji 3kg, solusi terbaiknya Pemerintah harusnya merevisi Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2009.