Jakarta-TAMBANG. Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Djarot S. Wisnubroto mengatakan jika dibanding dengan negara tetangga, Indonesia paling siap mengembangkan energi nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi yang semakin besar.
“Secara infrastruktur Indonesia siap punya PLTN, tinggal komitmen dari pemerintah. Saya paham, untuk membangun PLTN perlu waktu cukup lama, tetapi secara prinsip Indonesia jauh lebih matang dari pada negara ASEAN lainnya,” kata Djarot, Selasa (16/2).
Menurutnya, pengembangan PLTN diperlukan lantaran Indonesia masih kesulitan memenuhi kebutuhan energi. Terlebih, pemanfaatan sumber energi dari energi baru terbarukan (EBT) saat ini masih minim.
“Sejak 10 tahun lalu pemanfaatan EBT tidak pernah ada kemajuan. Pemanfaatan tenaga air baru berkisar 10,10% dari sumber dayanya, panas bumi 4,8% biomassa 3,3%. Demikian pula dengan energi surya, angin, dan samudera juga masih sangat kecil,” bebernya. Ia pun ragu, target pemenuhan energi dari EBT sebanyak 23% di 2025 tidak akan terpenuhi.
Sementara jika terus menerus tergantung pada sumber energi fosil seperti minyak bumi, batu bara dan gas juga tidak baik. Lambat laun, katanya, Indonesia akan mengalami krisis energi.
Catatan dari Kementerian ESDM, lanjutnya, cadangan minyak Indonesia akan habis dalam 12 tahun ke depan, cadangan batu bara proven mampu bertahan hingga 22 tahun, dan gas akan habis dalam 36 tahun mendatang.
“Perlu dibantu dengan tenaga nuklir. Kapasitasnya cukup besar 1.000-1.400 MW/unit. Sementara dari sisi kelembagaan maupun pengawasan, ada lembaga seperti Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), di samping lembaga terkait pengembangan nuklir lainnya juga sudah ada di Indonesia,” jelasnya. Secara ekonomis, sambungnya, PLTN harganya cukup kompetitif.
Dari hitung-hitungannya, operasi PLTN tidak lebih dari 14% dari total pembiayaan operasi PLTN. Dengan demikian fluktuasi harga uranium tidak banyak berpengaruh terhadap harga listrik.
Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla menempatkan nuklir sebagai energi di Indonesia masih belum mendapat tempat. Sejauh ini pemerintah lebih menempatkan nuklir sebagai sumber energi terakhir dan mengedepankan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang belum banyak dieksplorasi.
Menurut Djarot, walaupun Batan siap mendukung pembangunan PLTN, namun keputusan kontroversial seperti nuklir, Batan akan mengikuti apa yang menjadi kebijakan pemerintah.