Beranda Tambang Today Pengusaha Bauksit Dukung Relaksasi Ekspor Mineral

Pengusaha Bauksit Dukung Relaksasi Ekspor Mineral

Erry Sofyan. Foto: M. Taufiequrrahman/TAMBANG

Jakarta, TAMBANG. KETUA Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit & Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan menyambut baik niat pemerintah yang akan melonggarkan aturan ekspor di bidang mineral. Ketika dihubungi Majalah TAMBANG hari ini, Erry mengatakan, kebijakan itu  efektif untuk  menggerakkan roda perekonomian secara cepat, mengembalikan dan menciptakan sekitar 40.000 lapangan kerja secara instan.

 

 

‘’Selain itu,  ada tambahan lagi sekitar 80.000 lapangan kerja lain yg timbul dari efek domino kegiatan pertambangan, seperti munculnya toko, waru spt toko, warung, angkutan karyawan, pasar lokal, agen penjualan kendaraan bermotor, serta  tranportasi laut, darat, dan udara,’’ kata Erry, yang juga salah satu petinggi di kelompok usaha pertambangan Harita Mineral itu.

 

Pelonggaran ekspor, katanya, akan menambah kekuatan keuangan negara dari devisa yang masuk, pajak, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang besar secara instan. Ujungnya, nilai rupiah akan menjadi kuat.

 

Erry Sofyan juga sepakat bila semua perusahaan pertambangan pemegang IUP dapat menjual hasil tambangnya ke luar negeri, jika telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perizinan dan perundang-undangan yg berlaku.
Sebagai pemegang IUP, perusahaan pertambangan secara hukum telah dipercaya oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya alam. Perusahaan yang memiliki IUP berarti telah mendapat izin eksplorasi, produksi, pengangkutan, dan penjualan.
Menurut Erry, UU Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bertujuan agar pemegang IUP wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan atau batu bara. Pelaksanaan penambangan, pengolahan, dan pemurnian itu, tanpa mengubah sifat kimianya, sebagaimana diatur pasal 102 undang-undang tersebut.
Tidak ada satu pun pasal yang menyebut larangan ekspor dan kewajiban membangun smelter.
Jika undang-undang tersebut tujuannya adalah hilirisasi, maksudnya agar sumber daya mineral logam dikelola di dalam negeri untuk memperkuat industri logam dasar dan produk akhirnya, seyogyanya UU Nomor 4 Tahun 2009 tersebut berisi tentang pengelolaan sumber daya mineral logam sampai industri hilir,  untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri yang berbasis logam dasar.
Istilah pada undang-undang di atas sangat penting, karena program hilirisasi akan berhasil jika tugas tersebut dilaksanakan oleh kementerian-kementerian terkait sesuai bidang dan tanggungjawabnya.

 

 Wacana mengenai pelonggaran ekspor mineral kembali mencuat ke permukaan setelah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, menyatakan bahwa pemerintah akan menyiapkan draf revisi Undang-Undang No.4/2009 tentang Mineral dan Batubara satu paket bersama dengan peraturan pemerintah dan peraturan menteri.

 

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, upaya itu dilakukan sehingga ketika revisi beleid itu disahkan, maka produk hukum turunan sudah siap. “Kalau revisi undang-undang sudah disahkan, nanti PP diajukan ke Pak Presiden,” katanya, Selasa lalu.

 

Menurutnya, alasan direvisinya beleid itu disebabkan ada beberapa pasal yang harus disesuaikan dengan diterbitkannya Undang-undang No.23/2014 tentang Pemerintah Daerah.

 

Selain itu, anjloknya harga komoditas akibat pelemahan harga minyak mentah dunia juga menjadi salah satu alasan mengapa beleid itu direvisi. Pasalnya, pelaku usaha pertambangan kesusahan dalam merealisasikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) di tengah pelemahan harga komoditas di pasar global.

 

Relaksasi ekspor menjadi salah satu tema yang dibicarakan. Relaksasi ekspor, katanya, merupakan kebijakan realistis mengingat banyak pabrik pengolahan dan pemurnian  yang tidak selesai.
“R‎elaksasi ekspor mineral mentah dimungkinkan apabila UU Minerba yang barunya membolehkan. Ini  menjadi pokok pembahasan karena realistis itu tadi. Banyak smelter tidak selesai, pengusaha alami kesulitan,” katanya.