Beranda ENERGI Migas Pengamat: Pemerintah Harus Jelaskan Kebijakan Harga BBM

Pengamat: Pemerintah Harus Jelaskan Kebijakan Harga BBM

Jakarta-TAMBANG. Pemerintah telah memutuskan harga BBM di bulan Agustus 2015 tidak berubah. Kebijakan tersebut bisa saja menimbulkan pertanyaan dikalangan masyarakat. Maklum saja saat ini harga minyak dunia sedang turun. Sayangnya pertanyaan seperti ini belum juga dijawab tuntas oleh Pemerintah.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria mengakui bahwa selama ini masyarakat belum mendapat penjelasan yang lengkap terkait BBM. Menurutnya masyarakat tidak pernah mendapat informasi bahwa pembelian minyak mentah dari luar negeri , memerlukan proses, prosedur dan  mekanisme yang harus dilalui dengan waktu cukup lama.

Sofyano menjelaskan ketika hari ini harga minyak turun dan Badan Usaha membeli minyak dari produsen di luar negeri, maka minyak yang dibeli hari ini, minyak yang dibeli  itu akan bisa sampai ke tangan konsumen sekitar 1 bulan sampai 1,5 bulan ke depan.

“Pada dasarnya belanja atau membeli minyak (crude oil) ataupun produk, pasti akan bertumpu pada stock minyak yang sudah dimiliki Badan usaha, baik  minyak  yang masih dalam proses pengiriman dari negara penjual dan juga pada stock yang ada pada depo penyimpanan,”terang Sofyano.

Selain itu depo tempat menyimpan minyak yang ada saat ini, yang dimiliki badan usaha Pertamina pada kenyataannya, sudah lama  kapasitas tampungnya sangat terbatas . “Ini juga  merupakan salah satu penyebab mengapa ketika harga minyak dunia turun , badan usaha seperti Pertamina tidak bisa langsung seketika “memborong”  minyak dalam jumlah besar,”kata Sofyano.

Selain itu, membeli minyak dalam jumlah besar ketika harga sedang turun, juga memiliki resiko rugi besar karena sangat bisa terjadi harga minyak akan kembali turun sementara badan usaha, misalnya, terlanjur memborong minyak saat itu. Ini pasti menimbulkan kerugian besar yang akan menjadi tanggung jawab badan usaha.

Harusnya, penyediaan stock BBM nasional, baik berupa crude oil dan  BBM, menjadi tanggung jawab pemerintah dan  bukannya  dibebankan ke perusahaan seperti Pertamina. Negara yang harus menyiapkan anggaran untuk membeli minyak dan kemudian barulah “menjualnya” ke badan usaha. Dengan kemampuan keuangan yg ada pada Pemerintah, dapat dibeli crude atau BBM dalam jumlah besar yang menjadi kunci ketahanan enerji bagi bangsa ini.

Sebagaimana pembelian produk lain yang nilainya sangat besar, untuk membeli minyak harus pula melalui proses tender dan pengikatan perjanjian yang setidaknya butuh waktu sekitar 10 hari. Kemudian ketika minyak mentah dibeli dari negara luar misalnya dari negara arab , diperlukan lagi waktu untuk mengangkut minyak  lewat laut minimal sekitar 2 mingguan,  hingga  sampai di dermaga pelabuhan minyak atau kilang  milik Badan Usaha yang ada dibeberapa daerah di Indonesia. Lalu ketika minyak mentah tersebut diproses menjadi produk bbm  di kilang , ini setidaknya membutuhkan waktu sekitar 7 hari-an.

Setelah itu , ketika minyak sampai di dermaga pelabuhan minyak yang ada, masih  ada lagi  waktu tunggu,  agar  minyak yang dibeli dari negara luar atau setelah diolah di kilang, bisa masuk kedalam tangki timbun minyak yang ada di depo depo badan usaha. Ini perlu waktu sekitar 5 hari sampai dengan 7 hari menunggu “kosongnya” tangki timbun yang ada.

Pada saat BBM tersebut masuk ke tangki kendaraan konsumen, sering terjadi harga minyak sudah berubah, naik kembali atau turun lagi. Dan ketika turun lagi, namun “Pemerintah” tetap menjual dengan harga sesuai harga pembelian sebelumnya dengan tidak menurunkan kembali harga Jual. Ini juga menjadi alasan perhitungan harga jual oleh  Badan Usaha senantiasa didasarkan pada HIP (harga indeks pasar), misalnya MOPS, selama 1 bulan meskipun bisa saja perubahan harga dilakukan 2 minggu sekali.

Ketika harga minyak naik terus sehingga HIP rata-rata sebulan juga naik, maka seharusnya diikuti dengan harga jual BBM yang naik. Ini terbukti ketika Pemerintah menetapkan harga juga dibawah harga pasa pada 27 Maret 2015.

Oleh kaenanya ketika akan melakukan penurunan harga jual saat ini,  harus dilihat kembali apakah penurunan harga minyak saat ini sudah mengakibatkan rata-rata  HIP bulanan sudah dibawah rata-rata  HIP pada waktu penetapan harga 27 Maret 2015. Jika belum , maka harusnya harga jual  belum perlu turun.

Tetapi bagi konsumen BBM, yang sudah terbiasa  dimanja dengan subsidi BBM ketika harga minyak naik dan harga jual BBM dikoreksi naik, maka konsumen BBM akan protes keras, mencerca Pemerintah, walau Undang Undang, baik UUD 45 dan UU 22 tahun 2001, sudah jelas menyatakan hanya golongan tertentu saja yang wajib disubsidi pemerintah.  “Karenanya ,program revolusi Mental-nya Jokowi harusnya juga masuk ke pola konsumen BBM,”harap Sofyano.

Untuk itu konsumen  harus diinfokan secara jelas dan benar bahwa  ketika masyarakat menghendaki harga BBM turun ketika harga minyak dunia turun, itu berarti penetapan  harga BBM sudah menggunakan  acuan yang mengacu kepada harga pasar nyata. “Artinya jika konsumen sudah menerima itu, maka konsekuensinya , konsumen  pun harus legowo ketika harga minyak naik maka pada saatnya , harga jual BBM pun harus naik pula.

Jika ini informasi tentang hal ini tidak disampaikan ke konsumen oleh Pemerintah, maka yang utama menjadi sasaran kemarahan dan cacian konsumen adalah Pertamina  dan BUMN ini  yang akan selalu jadi korban caci maki konsumen.