Beranda Tambang Today Pengamat: Faktor Ekonomi Jadi Penyebab Munculnya Tambang Ilegal

Pengamat: Faktor Ekonomi Jadi Penyebab Munculnya Tambang Ilegal

enam orang penambang ilegal tewas di Desa Bakan, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara (Foto: Humas BNPB)

Jakarta, TAMBANG – Munculnya penambangan ilegal dinilai akibat tekanan ekonomi yang mendera masyarakat di lingkar tambang. Meski resiko kecelakaan dan nyawa menjadi taruhan seperti terjadi di tambang emas illegal di Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara (Sulut) pada 3 Januari lalu, namun Penambangan Tanpa Izin (Peti) ini, masih marak terjadi di berbagai daerah.

 

“Secara makro, perlu campur tangan pemerintah untuk menyediakan alternatif mata pencaharian lain di sekitar tambang, yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan income dan ekonomi masyarakat,” ungkap koordinator nasional Publish What You Pay (PWYP), Maryati Abdullah kepada tambang.co.id, Selasa (5/6).

 

 

Terkait campur tangan pemerintah, Maryati menjelaskan lebih lanjut. Menurutnya, pemerintah harus memberi pengaturan serta pengawasan terhadap pertambangan rakyat ini, khususnya menyangkut standar pelaksanaan good mining practices.

 

“Karena ini menyangkut keamanan dan keselamatan kerja,” seloroh Maryati.

 

Hal senada disampaikan juga oleh Direktur Centre of Indonesian Resources Strategic Studies (Cirus), Budi Santoso. Menurutnya, tambang secara umum baik mineral atau logam mulia memiliki nilai keuntungan yang tidak terlalu banyak, padahal pengeluarannya cukup besar, seperti biaya operasional, lingkungan, keamanan hingga biaya sosial.

 

 

“Ketika tambang rakyat yang cadangannya terbatas dan keuntungannya kecil, tentunya biaya eksternal tersebut dikorbankan. Korbannya kalau enggak penambang itu sendiri, ya masyarakat,” ungkap Budi kepada tambang.co.id, Selasa (5/6).

 

 

Menurut Budi, secara konsep tambang tidak bisa didekati dengan istilah ‘tambang rakyat’, kecuali untuk tambang-tambang galian pasir golongan C, dengan sumber daya yang kecil dan dekat dengan permukaan.

 

Tambang golongan C ini tentu tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pengoperasiannya, termasuk perlengkapan keselamatan kerjanya. Sehingga bisa digolongkan sebagai tambang rakyat dan boleh dioperasikan oleh masyarakat biasa.

 

Sementara itu, Direktur Utama PT Antam Tbk, Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan, kehadiran Peti di sekitar lokasi tambang memang cukup mengkhawatirkan terlebih tidak memakai pola good mining practice. Karenanya, perlu ketegasan dari pemerintah dan pihak keamanan untuk menertibkan kehadiran Peti ini.

 

“Dulu di sekitara tambang emas Pongkor memang banyak, namun setelah dilakukan operasi oleh pemerintah dan pihak keamanan akhirnya bisa ditekan. Sekarang, mungkin ada sekitar 1.000 Peti tapi sudah tidak terlalu mengganggu operasional Antam di Pongkor,” kata Arie kepada tambang.co.id.