Sejumlah perusahaan tambang mulai memanfaatkan energi matahari untuk menyokong operasi. Menerangi jalan sekaligus menggerakan mesin. Langkah nyata mengurangi kepul emisi. Mengejar rantai produksi tambang yang lebih ramah lingkungan.
Jakarta, TAMBANG – Terik matahari di Kalimantan Timur begitu menyengat. Panas matahari tumpah ruah. Pada pertengahan Juli ini, tepat dua tahun sudah PT Multi Harapan Utama mengoperasikan pembangkit tenaga surya. Perusahaan tambang batu bara yang terletak di Kutai Kartanegara dan Samarinda ini, memanfaatkan potensi panas matahari sebagai sumber energi alternatif untuk mendukung kebutuhan operasinya.
Persis di depan area kantor Multi Harapan, sebanyak 3 ribu unit panel surya berjejer. Kapasitasnya mencapai 1,2 megawatt peak. Angka yang tergolong signifikan. Sejauh ini belum ada tambang batu bara yang memanfaatkan tenaga surya sebesar itu untuk kebutuhan operasi.
Multi Harapan memegang konsesi dengan luas sekitar 30 ribu hektare. Tahun lalu, menorehkan produksi batu bara sekitar 10 juta ton, dan tahun sebelumnya sekitar 13 juta ton. Butuh pasokan energi yang banyak untuk bisa mengoperasikan tambang seluas itu. Multi Harapan tercatat sebagai salah satu produsen emas hitam raksasa di Benua Etam.
Lewat pembangkit surya, Multi Harapan mampu menghemat biaya pengeluaran listrik industri hingga 28 persen. Demikian pula dengan angka penurunan emisi. Terhitung berdasarkan laporan pengoperasian selama semester kedua tahun lalu.
Secara total, konsumsi listrik Multi Harapan dalam satu tahun berkisar 1,4 juta kilowatt hour. Dari situ, mencatatkan angka emisi sebesar seribu ton ekuivalen karbon dioksida. Berkat panel surya, reduksi emisi mampu ditekan hingga 317 ton ekuivalen karbon dioksida.
“Kami memanfaatkan tenaga surya untuk kebutuhan listrik di pelabuhan dan area kantor. Konsumsi bahan bakar untuk genset bisa sama sekali kami nihilkan. Ini sebagai langkah mendukung program pemerintah menuju net zero emission” ungkap Kepala Teknik Tambang Multi Harapan, Aris Subagyo.
Menurutnya, nyaris tidak ada tantangan yang signifikan dalam pengoperasian tenaga surya untuk operasi tambang. Sebab, komponen pembangkit surya bersifat pasif, tidak ada alat yang bergerak (moving parts). Perawatannya fokus pada pembersihan panel dari paparan debu. Saban hari, ada dua orang petugas yang membersihkan dengan target 50 panel secara berurutan.
Tak butuh waktu lama untuk pembangunan pembangkit surya di tambang Multi Harapan. Kata Aris, prosesnya hanya makan waktu sekitar 9 bulan. Kesiapan lahan menjadi komponen dasar dalam pemasangan tenaga surya model ground mounted ini. Harus rata dan padat. Multi Harapan sudah punya bekal. Area konsesinya mendukung.
Rencana ke depan, Multi Harapan menargetkan bakal memasang pembangkit surya terapung, memanfaatkan kolam bekas tambang batu bara. Saat ini sedang dimatangkan kajiannya.
“Menurut penelitian, daya serap panel terhadap energi matahari di air lebih tinggi dibanding di darat. Sebab temperaturnya terjaga di 25-26 derajat celsius. Tantangannya mungkin dari segi biaya, karena butuh alat tambahan untuk bisa mengapung di air,” ujar Koordinator Teknis Solar Panel Multi Harapan, Setio Soemartono.
Jamak diketahui, tiap operasi tambang batu bara terbuka(open pit) selalu menyisakan kolam yang biasa disebut void. Salah satu opsi pemanfaatannya bisa jadi sumber energi lewat instalasi pembangkit surya apung.
Jika menilik program pemerintah, Kementerian ESDM sudah mencanangkan dan mendorong pemanfaatan kolam pascatambang untuk pembangkit surya terapung. Utamanya di wilayah Kalimantan Timur untuk menopang kelistrikan calon ibu kota baru, yang dibangun dengan mengusung konsep kota hijau.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, setidaknya ada potensi lahan bekas tambang hingga 3 ribu hektare, termasuk kolam tambang, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit surya di kawasan Ibu Kota Negara. Kemampuan pasok tenaga listrik ditaksir mencapai 130 megawatt.
Bicara soal pembangkit surya terapung, PT Adaro Indonesia punya portofolio, meskipun skalanya tergolong kecil. Perusahaan tambang yang tahun lalu memproduksi batu bara sebesar 62 juta ton ini, memasang panel surya apung di kolam kantin. Kapasitasnya sekitar 468 kilowatt peak. Terletak di site Kelanis, Kalimantan Tengah.
Pembangkit surya apung itu mengalirkan listrik untuk area pelabuhan bongkar muat batu bara. Head of Corporate Communication Adaro, Nadira Febriati menjelaskan, meskipun kapasitasnya belum signifikan, namun pembangkit surya apung milik Adaro ini menjadi yang terbesar sejauh ini untuk pengaplikasian di dunia tambang.
Salah tantangan dalam perawatan surya apung, kata Nadira, ialah menjaga debit air, terutama di musim kemarau. Selebihnya soal keamananpara personel yang turun ke kolam air untuk membersihkan atau mengecek panel.
“Perlu perhatian dalam menjaga level air, kebersihan terutama untuk panel terapung yang di bawah, dan perlengkapan alat pelindung diri para personel,” tutur Nadira.
Selain surya apung, Adaro site Kelanis juga memakai surya atap untuk area pelabuhan. Kapasitasnya sebesar 130 kilowatt peak. Seluruh pembangkit surya Adaro menggunakan smart inverter yang diklaim lebih ramah lingkungan.
Jumbo Surya Tambang Sumbawa
Potret pemanfaatan tenaga surya di tambang yang paling menonjol saat ini, ada di wilayah operasi PT Amman Mineral Nusa Tenggara, perusahaan tambang mineral penghasil konsentrat tembaga dan emas. Lokasinya di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Hamparan panel penangkap pendar surya terbentang di kawasan Batu Hijau. Jumlahnya nyaris 50 ribu modul, yang berjejer di atas lahan seluas 36 hektare. Berkapasitas 26 megawatt peak. Mampu memasok listrik hingga 42 gigawatt hour dalam setahun. Besar sekali.
Panel surya tersebut menggunakan modul sisi ganda alias monocrystalline bifacial. Teknologi ini mampu menyerap energi matahari dari kedua sisi modul, atas dan bawah. Beda dengan jenis monofacial yang hanya mampu menangkap energi dari satu sisi, bagian atas modul.
Keunggulan sisi ganda diklaim bisa lebih efisien hingga 12 persen, menyediakan energi lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit. Daya tahan lebih tinggi. Kebutuhan ruang lahan lebih ringkas. Bisa dipasang tanpa menghitung sudut kemiringan panel.
Menurut Presiden Direktur Amman Mineral, Rachmat Makkasau, pemanfaatan tenaga surya di area operasi perusahaan bakal mereduksi emisi hingga 40 ribu ton ekuivalen karbon dioksida. Kalau bicara total konsumsi energi pada keseluruhan operasi, angkanya mencapai 20,6 juta gigajoule. Mencakup pengoperasian tambang terbuka, pabrik pengolahan bijih, pelabuhan, dan rantai pendukung lainnya. Dari situ, porsi pembangkit surya ambil peran sebesar 0,4 persen.
“Kegiatan operasional Amman Mineral kini disuplai oleh energi hibrida dengan pengintegrasian pembangkit surya berkapasitas 26,8 megawatt. Sebagai pelaku industri hulu, kami terus berupaya untuk mengurangi emisi karbon,” tegas Rachmat.
Tahun ini, Amman Mineral menargetkan produksi sebesar 1,1 juta ton konsentrat. Luas konsesinya sebesar 25 ribu hektare. Ada rencana perluasan pabrik pengolahan bijih lantaran disokong proyeksi site baru, yakni blok Elang yang masih tahap survei dan kajian.
Lebih daripada itu, Amman Mineral juga tengah merampungkan pembangunan fasilitas jumbo untuk pemurnian konsentrat sebagai mandatori peningkatan nilai tambah. Target smelter mulai beroperasitahun depan, dengan rencana kapasitas 900 ton konsentrat.
Perluasan operasi dan proyek pabrik bakal membutuhkan suntikan energi yang lebih besar. Amman Mineral tengah menyiapkan pembangkit listrik berbasis gas alam cair berkapasitas 450 megawatt.
Tak menutup kemungkinan, mengingat tingginya kebutuhan listrik pada operasional tambang dan pabrik, Amman Mineral bakal menambah porsi peran pembangkit dari energi baru terbarukan. Mengejar rantai operasi yang ramah lingkungan.
Amman Mineral, Adaro Indonesia, dan Multi Harapan memberikan potret nyata, bahwa pembangkit tenaga surya bisa diandalkan untuk menopang aktvitas tambang. Pendarnya menerangi jalan sekaligus menggerakkan mesin-mesin di lumbung batu bara dan mineral.