Jakarta-TAMBANG.Harga batu bara yang masih berada di zona merah membuat beberapa perusahaan tambang mencatat penurunan kinerja keuangan. Salah satunya dialami oleh perusahaan tambang batu bara terbesar Indonesia, PT Adaro Energy,Tbk (ADRO). Dalam laporan kuartal pertama yang belum diaudit disebutkan bahwa pendapatan perusahaan turun 18%.
Dalam tiga bulan pertama di 2016, pendapataan perusahaan tercatat sebesar US$586 juta. Hal ini karena harga jual rata-rata batu bara perseroan turun sebesar 17% lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu. Ditambah lagi dengan volume penjualan yang stabil, yaitu sebesar 13,5 juta ton (Mt) karena pasar batubara masih sulit.
Meski demikian Kegiatan operasional tetap berjalan dengan baik dan perusahaan berada pada posisi yang baik untuk mencapai target produksi tahun 2016 yang telah ditetapkan pada rentang 52-54 Mt.
Penurunan pendapatan ini coba diantisipasi dengan menurunkan biaya kas batubara (tidak termasuk royalti) sebesar 26% menjadi US$20,94 per ton. Angka ini jauh lebih rendah daripada target biaya kas batubara yang ditetapkan pada rentang US$26–28 per ton untuk tahun 2016. Penurunan ini terutama berasal dari penurunan nisbah kupas yang dikarenakan oleh faktor musiman, penurunan biaya bahan bakar, serta peningkatan efisiensi pertambangan.
Untuk diketahui Nisbah kupas konsolidasi dari tambang-tambang milik Adaro mencapai 4,24x untuk tiga bulan awal ini. Hal ini lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya, sebagai akibat dari penurunan aktivitas pemindahan lapisan penutup selama musim hujan. Perusahaan memperkirakan pemindahan lapisan penutup akan meningkat di kuartal-kuartal berikutnya seiring berakhirnya musim hujan.
Dalam laporan yang diterima Majalah TAMBANG ini juga disebutkan bahwa Adaro berada di posisi yang baik untuk mencapai nisbah kupas yang direncanakan sebesar 4,71x sebagaimana yang ditetapkan pada awal tahun.
Sementara penghematan lain dari sisi biaya bahan bakar yang merupakan komponen signifikan biaya kas batubara yang turun 43% y-oy ke rentang atas US$0,30an per liter. Adaro telah melakukan lindung nilai terhadap sekitar 25% kebutuhan bahan bakar tahunannya melalui transaksi swap bahan bakar pada harga yang lebih rendah daripada anggaran yang ditetapkan untuk tahun 2016. Perusahaan terus berupaya meningkatkan efisiensi operasional dan menerapkan inisiatif yang dapat meningkatkan produktivitas serta menurunkan biaya.
Dengan upaya penghematan ini, Perseroan membukukan laba inti yang naik 5% menjadi US$81 juta, mencerminkan kinerja bisnis inti yang baik. Adaro menjaga likuiditas yang kuat pada tingkat US$789 juta, yang dapat menjadi penopang dalam kondisi harga rendah yang masih terus berlanjut. EBITDA operasional, yang tidak termasuk komponen akuntasi non operasional, turun 4% menjadi AS$192 juta.
Dilaporkan juga bahwa posisi keuangan tetap sehat dengan rasio utang bersih terhadap EBITDA operasional 12 bulan terakhir sebesar 1,12x dan utang bersih terhadap ekuitas sebesar 0,24x. Sedangkan dari sisi belanja modal Adaro menurunkan sebesar 36% menjadi US$14 juta di kuartal I/2016, yang terutama digunakan untuk kegiatan pemeliharaan rutin. Adaro telah membukukan arus kas bebas positif sebesar US$65 juta untuk periode ini, yang ditopang oleh EBITDA operasional yang solid serta belanja modal yang berhati-hati.
Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy, Garibaldi Thohir mengatakan, pasar batubara masih tetap sulit selama tiga bulan pertama tahun 2016 karena pasar masih dilanda kelebihan suplai dan pertumbuhan permintaan melambat. “Kinerja Adaro yang solid mencerminkan ketahanan model bisnisnya yang terintegrasi secara vertikal. Baik EBITDA operasional maupun laba inti tetap kuat karena bisnis inti tetap menghasilkan kinerja yang baik,”tandas Garibaldi.