Jakarta-TAMBANG-Pemerintah mulai semakin serius mendorong peningkatan nilai tambah di sektor batu bara. Salah satunya terlihat dari langkah Kementrian ESDM dalam hal ini Ditjen Minerba yang mengusulkan pemberian fasilitas insentif fiskal berupa tax allowance untuk dua jenis usaha peningkatan nilai tambah batu bara yakni coal gasification dan coal to liquification.
Harus diakui bahwa meski UU Minerba juga mengamanatkan nilai tambah untuk batu bara, namun sejauh ini kegiatan hilirisasi batu bara belum berjalan secara optimal. Selain itu peningkatan nilai tambah batu bara berbeda dengan yang dilakukan di sektor mineral dan batu bara.
Ada beberapa kegiatan peningkatan nilai tambah batu bara yang selama ini mulai dari pencairan dan gasifikasi batubara, peningkatan kalori batu bara, mengubah batu bara menjadi listrik dan juga briket. Dari banyak kegiatan tersebut selain batu bara yang diubah menjadi listrik, hampir semuanya masih dalam tahapan uji coba. Ketika masuk ke tahapan komersil menjadi tidak ekonomis.
Oleh karenanya diharapkan dengan adanya insentif berupa tax allowance tersebut akan menarik minat investor untuk melakukan investasi di pencairan dan gasifikasi batu bara. Selama ini yang sudah dilaksanakan masih sebatas pilot project diantaranya yang dilakukan TekMira yang dilaksanakan di Palimanan, Cirebon, Jawa Barat.
Konon Ditjen Minerba sudah mengajukan untuk pemberian insentif bagi dua kegiatan pengolahan batu bara yakni pencairan dan gasifikasi batu bara. Bahkan sudah diajukan ke Kementrian Keuangan dan sedang di bahas di Kementrian Keuangan.
Insentif yang dijanjikan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara berupa pengurangan setoran Pajak Penghasilan (PPh) yang diambil dari pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah investasi yang dikeluarkan perusahaan selama enam tahun, atau dikenal dengan tax allowance.
Sebagaimana diketahui, dalam revisi Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (Tax Allowance) ada beberapa syarat yang harus dipenuhi perusahaan untuk mendapatkan fasilitas ini.
Diantaranya realisasi nilai investasi yang sudah ditanamkan, pertumbuhan sektor industri, hingga besaran penyerapan lapangan kerja dan terkait alih teknologi. Dalam regulasi tersebut juga disebutkan bahwa sektor pertambangan masuk dalam bidang usaha yang mendapat fasilitas tersebut. Khusus untuk investasi fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) dan peningkatan nilai tambah batu bara akan mendapatkan tax allowance.
Deputi Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan pelaku usaha tidak dilibatkan dalam penyusunan Revisi Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2011 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) untuk Penanaman Modal di Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu (Tax Allowance). Pasalnya dalam Revisi PP 52 itu sudah menetapkan dua bidang usaha batu bara yang mendapatkan tax allowance.
Hendra menjelaskan bahwa APBI hanya diundang pada saat terakhir sebelum itu diajukan ke Kementrian Keuangan. “APBI hanya diajak diskusi saat terakhir hanya diminta mengusulkan syarat minimal investasi. Sementara bidang usahanya sudah ditentukan oleh Pemerintah,”tandas Hendra.
Oleh karenanya ketika hal ini ditanyakan kenapa hanya dua bidang usaha saja, Hendra meminta untuk ditanyakan pada pihak Pemerintah.
Padahal sudah jenis usaha lain di sektor batu bara yang lebih layak mendapatkan fasilitas kemudahan pajak dari pemerintah. Jenis usaha itu pun seiring dengan semangat peningkatan nilai tambah yang tercantum dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Adapun jenis usaha yang dimaksud yakni pembangkit listrik mulut tambang, upgrading coal (peningkatan kalori batubara) dan briket batu bara. Ketiga jenis itu lebih mudah menarik minat investor. Tapi kan ini sudah dikunci dari pemerintah.