Jakarta-TAMBANG. Kalangan pengusaha diizinkan menggunakan skema baru dalam penawaran Wilayah Kerja (WK) baru. Selama ini skema yang dipakai adalah bagi hasil atau PSC. Aturan mengenai hal ini sedang dalam penyusunan. Bahkan skema ini sudah bisa dilakukan saat Pemerintah melakukan penawaran WK migas baru pada Agustus 2015.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Djoko Siswanto menyampaikan hal ini pada acara The 4th United States-Indonesia Energy Investment Roundtable di Jakarta, Senin (3/8). Skema kontrak migas baru ini menuru DJoko, bertujuan untuk meningkatkan kegiatan eksplorasi dan produksi migas.
Diharapkan dengan lebih banyak pilihan, investor akan tertarik untuk berinvestasi di sektor migas. Skema kontrak yang dimaksud adalah gross split atau sliding scale. Di sini Pemerintah tidak lagi harus mengganti biaya operasi migas atau yang selama ini dikenal sebagai cost recovery. Sebagai gantinya, pada awal suatu proyek migas berproduksi, sebagian besar hasilnya menjadi bagian investor. Setelah investasinya hampir balik modal, maka bagi hasil untuk Pemerintah semakin besar.
Djoko pun menjelaskan bahwa masing-masing skema kontrak kerja sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Sehingga tergantu KKKS memutuskan pilihan yang mana. “Sistem ini berlaku untuk blok baru.Terserah kontraktor tertarik pada system yang mana. Bisa saja ada kalangan pengusaha yang masih lebih suka PSC karena kalau cost recovery akan diganti (biaya operasi oleh Pemerintah). Sedangkan jika menggunakan sistem ini, KKKS otomotis akan melakukan efisiensi karena cost-nya dari mereka sendiri,” ungkap Djoko.
Saat ini di dunia migas sistem kontrak migas gross split atau sliding scale sudah diterapkan di banyak negara seperti Australia. Dengan sistem ini, pengelolaan migas di laut dalam dapat berkembang dengan baik.
Secara regulasi, skema ini sebenarnya juga diakomodir dalam Skema UU Migas No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Sementara aturan yang lebih dirinci akan dirumuskan dalam Permen ESDM yang diharapkan rampung bulan ini.