Jakarta-TAMBANG. Direktur Utama PT PLN (Persero), Nur Pamudji mengatakan sebagian wilayah di Indonesia tingkat keterjangkauan listriknya masih berada di bawah 40%. Menurutnya, rata-rata terjadi di kabupaten baru yang infrastrukturnya masih terbatas seperti di pantai timur wilayah Riau, serta Gorontalo di Sulawesi Utara.
“Ini karena akses jalan di wilayah itu kurang. Ini akan dikembangkan seiring dengan pembangunan jalan. Kalau ada jalan kita akan pasang tiang listrik,” katanya kepada wartawan di kantor Wakil Presiden RI, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (11/11).
Ia menuturkan, dalam lima tahun terakhir ini, rasio elektrifikasi nasional meningkat dari 65% menjadi 82%. Walaupun jumlah rumah dan populasi warga ikut meningkat namun pemerataannya masih belum sempurna.
“Pulau Jawa memang sudah di atas 90% namun banyak wilayah di luar pulau Jawa yang tingkat kelistrikannya masih di bawah 40%,” tutur Nur.
Untuk itu, rencananya pemerintah akan menaikkan rasio elektrifikasi listrik 3% tiap tahunnya. “Pemerintah berkomitmen menaikkan listrik tiga persen per tahun. Paling tidak di 2020, sudah 99 persen wilayah Indonesia teraliri listrik,” terangnya.
Dijelaskan Nur, pada pemerintahan Joko Widodo, kapasitas listrik Indonesia direncanakan bertambah 35 ribu MW. Dari total tersebut, PLN siap membangun 42,85% diantaranya yaitu sebesar 15 ribu MW.
“Sisa 20 ribu MW lainnya bisa dibangun oleh perusahaan listrik swasta. Tapi ini baru skenario awal dan bisa berubah,” ujarnya.
Untuk membangun beberapa pembangkit listrik dengan kapasitas total 15 ribu MW, ia melanjutkan, PLN membutuhkan dana sekitar US$ 22,5 miliar. Sayangnya, Nur masih enggan menyebutkan darimana PLN akan mencari sumber pendanaan untuk membangun pembangkit tersebut.
“Ini baru perkiraan awal karena dananya belum menghitung biaya jaringan. Soalnya sebagian besar pembangkit masih menggunakan tenaga batubara (PLTU),” paparnya.
Berbicara mengenai anggaran, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengatakan belum bisa menjelaskan, karena hal itu masih disusun. Namun kata dia anggaran tersebut terdiri dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dan dana perusahaan swasta. Mengenai proporsi kedua dana itu, Sudirman mengatakan hal itu bisa diketahui dalam dua minggu.
“Kita akan pangkas birokrasinya, kita akan beri insentif agar menarik para investor, kita juga akan libatkan orang-orang profesional dalam pengadaannya, jadi yang dipilih bukan karena kedekatan, tapi kemampuan,” ujar Sudirman.
Senada, diterangkan Nur, masalah lain dalam mempercepat pembangunan pembangkit adalah mengurai sumbatan regulasi. Artinya, regulasi harus dipercepat.
“Contoh data pada 2006 sampai 2014 itu kita punya 67 PPA, akumulatif. kalau dari tahun ke tahun lihat dari PPA yg ada menjadi pembangkit COD, itu cuma 29%, dibulatkan 30% lah,” jelasnya.
Menurutnya, apabila pembangunan dilakukan oleh PPA belum tentu jadi seluruhnya. Jadi, apabila ingin mendapatkan kapasitas 20 ribu MW maka harus bikin 60 ribu MW.
Sebelumnya Nur Pamudji berharap naiknya indikator kemudahan mendapatkan listrik nasional (getting electricity) dari posisi ke 101 menjadi 78 diharapkan bisa meningkatkan Fitch Rating PLN sehingga bisa lebih mudah mencari pinjaman. PLN akan terus berupaya menaikkan peringkat kemudahan mendapatkan listrik Indonesia sehingga bisa menembus posisi ke-50.
Nur menambahkan, groundbreaking proyek pembangkit listrik akan dilaksanakan awal tahun depan sambil mematangkan lokasi-lokasi pembangkit yang sudah masuk dalam perencanaan.
“Umumnya bangun pembangkit itu butuh waktu 5 tahun. Mudah-mudahan saja bisa sesuai target,” katanya optimis.
Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI), Pudji Nugroho berpendapat dengan modal kerja sebesar Rp 60 triliun per tahun, PLN hanya mampu membangun pembangkit sebesar 4 ribu MW per tahun. Melihat ini, pihaknya menyatakan siap membantu PLN untuk membangun pembangkit listrik.
“Pastinya harus ada investasi swasta untuk menggapai target itu. Kalau tidak ketersediaan listrik nasional bisa kurang,” pungkas Pudji.