Jakarta, TAMBANG – Pemerintah sedang melakukan investigasi dugaan ekspor ilegal 5,3 juta ton ore nikel ke China yang berhasil diungkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal tersebut disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif.
“Masih dalam investigasi,” ucap Arifin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (7/7).
Arifin mengatakan bahwa pihaknya saat ini terus melakukan koordinasi dengan bea cukai. Ini dilakukan karena ada kecenderungan perbedaan persepsi dalam proses pendataan antara RI dan China.
“Itu juga mungkin, tapi kita lihat nanti, kan belum habis, tunggu, saya juga komunikasi dengan bea cukai. Lagi dalam proses, temuannya ada di Bea Cukai. Kita di dalam lagi melakukan pendataan, verifikasi,” imbuh dia.
Arifin sendiri kaget dengan jumlah ore yang dijual secara ilegal itu hingga mencapai 5,3 juta. Padahal yang dia ketahui adalah nilai dari selundupan tersebut yang mencapai Rp 5 triliun.
“Kalau mau ekspor itu kan ada aturan-aturan yang mesti diikuti, lolosnya itu kaya apa. Ini 5 juta ton? Masa segede itu sih, yang saya tahu 5 triliun ininya. Makanya gede banget itu gimana. Masih dalam investigasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, KPK menduga 5,3 juta ton bijih nikel (nickel ore) yang diekspor ke China secara Ilegal itu terjadi sejak Januari 2020-Juni 2022. Aktivitas ekspor tersebut menjadi ilegal karena sejak 2020, pemerintah Indonesia melarang ekspor bijih nikel sebagai salah satu langkah hilirisasi sektor pertambangan.
Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menduga nikel yang dijual secara ilegal itu bukan bijih, tapi nikel olahan berupa nickel pig iron (NPI). Ini didasarkan pada kode yang digunakan bertuliskan HS kode 2604.
“Kode HS 2604 ini kan untuk nikel olahan atau nickel pig iron,” ucapnya dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.
Kendati begitu dia mendorong pemerintah supaya memberi sanksi kepada oknum perusahaan bersangkutan. Tujuannya agar kejadian serupa tidak terulang dengan cara menahan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).