Egenius Soda
[email protected]
Jakarta-TAMBANG. Polemik seputar kenaikan harga bbm subsidi terus bergulir. Di senayan pertarungan antara kelompok pendukung pemerintah dengan kelompok oposisi akan terjadi. Kebijakan kenaikan harga BBM subsidi selalu akan dinilai tidak pro rakyat. Oleh karenanya sebelum subsidi dikurangi, Pemerintah bisa menerbitkan aturan larangan konsumsi BBM Subsidi untuk kendaraan pribadi. Hal ini disampaikan Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria.
Apalagi saat ini harga minyak dunia sedang turun dan berada dibawah patokan harga minyak Indonesia atau ICP. Kalangan oposisi pasti akan menggunakan patokan ICP yang disyaratkan dalam UU APBN untuk menentang kebijakan Pemerintahan siapapun juga.
Terkait hal ini, Sofyano Zakaria menilai jika kenaikan harga bbm dipertimbangkan karena untuk pengalihan subsidi atau karena tidak tepatnya subsidi, maka mestinya Pemerintah tidak menaikan harga bbm tetapi menyiasatinya dengan berbagai cara. Salah satunya berupa Peraturan Menteri ESDM yang melarang penjualan bbm susbsidi untuk kendaraan milik pribadi, milik pemerintah dan BUMN, BUMN serta TNI/Polri.
Lahirnya Permen ESDM tersebut , diharapkan menetapkan bahwa BBM subsidi hanya boleh dipergunakan untuk Kendaraan Angkutan Umum plat kuning dan Sepeda Motor saja.
Dengan demikian Kendaraan Roda Empat keatas , plat hitam , plat Merah, Plat Khusus (milik TNI POLRI) tidak dibenarkan gunakan bbm subsidi.
Permen ESDM semacam ini sudah pernah dileluarkan Pemerintahan SBY dalam Peraturan Menteri ESDM no 1 tahun 2013 yang “tidak membolehkan” penggunaan bbm subsidi bagi kendaraan perkebunan dan angkutanpertambangan. Dan ternyata ini mampu mengurangi besaran subsidi bbm.
Membuat Permen ESDM nyaris “zero resistensi” ketimbang menaikan harga, yang sudah pasti akan “diboikot” pihak koalisi Merah Putih maupun kader Partai Pendukung Pemerintah termasuk juga dari para tokoh masyarakat dan mahasiswa. Artinya, dengan dibuatnya Permen ESDM tersebut, pemerintah hanya akan memberikan bbm subsidi hanya kepada kendaraan angkutan umum dan sepeda motor saja.
Namun untuk menghindari penyelewengan bbm jenis solar yang diperuntukan bagi kendaraan angkutan umum, dan merupakan jenis bbm subsidi yang terbanyak diselewengkan, pengawasan dan pengendalian jumlah pembelian dengan menggunakan RFID tetap harus dilakukan.
Tidak hanya itu, regulasi ini juga harus mendapat dukungan Pemerintah daerah seperti yang sudah dilakukan Pertamina dengan Pemda Batam yang terbukti berhasil menurunkan volume penggunaan bbm subsidi.
Pemerintah juga harus memperketat pengawasan penjualan bbm jenis solar dengan melibatkan aparat kepolisian untuk ketat melakukan pengawasan di seluruh spbu yang menjual solar. Selain itu Pemerintah harus “memaksa” agar Pertamina dan atau Badan Usaha lain yang menyalurkan bbm subsidi untuk langsung memutuskan hubungan usaha dengan spbu yang terbukti menjual bbm subsidi kepada penyeleweng bbm.
Untuk hal ini menurut Sofyano yang selama ini sangat konsen dengan sektor enegi, Pemerintah juga perlu menerbitkan beleid yang intinya melarang penjualan bbm subsidi solar dan premium kepada pembeli yang gunakan jerigen atau drum dan sejenisnya. Tidak boleh ada toleransi apapun untuk hal ini. Tetapi Pertamina harus menyiapkan solar atau premium harga non subsidi pada seluruh spbu.
Menekan penyelewengan bbm subsidi jenis solar, akan menghasilkan penghematan anggaran yang sangat signifikan. Diperkirakan lebih kurang sekitar 40% bbm jenis solar , berpotensi diselundupkan ke penggunaan industri di daratan dan transportasi laut. Oleh karenanya jika Pemerintah berhasil membasmi tuntas mafia bbm subsidi, ini bisa mengatasi problem anggaran pemerintah.
Di sini menurut Sofyano, Pemerintah bisa belajar dari kesalahan Pemerintah sebelumnya yang tidak mampu mengatasi penyelewengan bbm subsidi. Ini bisa dilakukan diantaranya dengan melarang penjualan bbm non subsidi ke pengguna transportasi laut menggunakan mobil tangki bbm. Penjualan bbm non susidi untuk penggunaaan di laut atau sungai, harus dilakukan dengan menggunakan SPOB atau Tongkang dan ini harus ditegaskan dalam aturan yang jelas.
Adanya Badan Usaha Pemegang Izin Niaga Umum (BUPIUNU) yang memperoleh izin utk berniaga BBM , harusnya juga jadi sorotan Pemerintah. BU-PIUNU yang menurut PP 36/2004 diberikan izin dan kewenangan untuk bisa mengimport atau mengeksport bbm dan melakukan bisnis bbm, berpotensi bisa pula menjadi “alat” untuk “bermain” bbm non subsidi hasil selundupan
.
Diatas semuanya itu, ketegasan dibutuhkan termasuk keberanian mencabut izin Niaga Umum jika mereka tidak bisa membuktikan bahwa paling tidak dalam 2 tahun terakhir telah melakukan import bbm.