Jakarta, TAMBANG – Pemerintah berupaya untuk mempercepat transisi dari batu bara ke energi terbarukan dengan proposisi unik dari tenaga terdistribusi biomassa sebagai co-firing agent. Ked epan, pembangkit listrik tenaga biomassa dapat memainkan peran penting dalam mencapai target energi terbarukan, termasuk energi biomassa berbasis kayu.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian LHK, Agus Justianto saat menjadi Pembicara Kunci pada Sesi Takkshow “Opsi Co-firing pada Pengurangan Emisi dan Pembangkit Listrik”, yang digelar di Paviliun Indonesia COP27 UNFCCC, di Sharm El Sheik, Mesir, Minggu (6/11).
Agus mengungkapkan kebutuhan energi biomassa berbasis kayu ditargetkan sekitar 60 juta ton per tahun. Menurutnya saat ini masih di bawah kapasitas.
“KLHK mendukung program pemanfaatan biomassa dengan mempromosikan hutan tanaman untuk pengembangan energi dan mengoptimalkan limbah kayu dari hutan dan industri kayu,” kata Agus dalam keterangannya, dikutip Selasa (8/11).
Menurutnya, Kementerian ESDM bersama Kementerian LHK, Kementerian Keuangan, Perusahaan Listrik Negara dan Pemerintah Daerah, serta Badan Usaha Milik Negara sedang menyusun peraturan tentang pengembangan kebijakan biomassa untuk energi. Hal ini mencakup sistem insentif dan disinsentif untuk pengembangan biomassa untuk energi.
“Kami berharap regulasi tentang biomassa untuk mendukung upaya co-firing dapat segera diberikan,” ujar Agus.
Sementara itu, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi bersama Indika Nature, PLN dan ITMG juga turut mendorong pemanfaatan biomassa berbasis kayu dalam transisi energi. Dukungan Kemenko Marves ditegaskan oleh Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti.
Dalam paparan yang disampaikan, Nani memaparkan The Needs to Restore Degraded Lands in Indonesia While Creating Economis Opportunity. Dalam paparan ini, dijelaskan luas hutan produksi 1.3 juta ha dan sedikitnya 32 unit bisnis kehutanan merupakan potensi pemanfaatan hutan lestari yang dapat menghasilkan biomassa berbasis kayu.
Bahkan dengan skema multiusaha kehutanan, pemanfaatan hutan industri dapat lebih dioptimalkan. Tidak hanya dari pengelolaan hutan produksi, lahan-lahan tidak produktif seperti lahan ex pertambangan juga dapat diberdayakan sebagai lahan untuk pengembangan industri biomassa berbasis kayu.
“Begitu juga pemulihan lahan ini dapat dipercepat dengan budidaya tanaman energi seperti kaliandra, agar lahan terdegradasi tetap bisa memiliki nilai ekonomi melalui biomassa berbasis kayu,” ujar Nani.