Jakarta, TAMBANG – Pemerintah dinilai tidak serius menangani penambang ilegal di Indonesia. Hal ini dilihat dari molornya pengesahan pembentukan Satuan Tugas Pertambangan Tanpa Izin (Satgas PETI), padahal tinggal menunggu tanda tangan dari Presiden.
“Kan sudah di Presiden. Gak ditandatangan-ditandatangani. Presiden serius apa enggak sih,” ujar Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto saat ditemui di Senayan, Kamis (1/8).
Mandeknya pengesahan aturan yang akan dibentuk lewat Keputusan Presiden (Keppres) ini, membuat politisi fraksi PKS tersebut geram lantaran belakangan banyak kasus tambang ilegal yang menelan banyak korban. Meski begitu, melihat masa pemerintahan yang akan habis awal Oktober ini, dia tak yakin Satgas PETI akan terbentuk.
“Kita nanyain marah-marah. Ilegal marak begini, timah, emas, nikel, tapi kok tidak ditandatangani. Berarti pemerintah tidak serius,” beber Mulyanto.
Mulyanto menjelaskan, keberadaan Satgas PETI penting untuk memberantas pertambangan ilegal yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tapi juga menyangkut keselamatan masyarakat. Alih-alih membentuk Satgas PETI, pemerintah lebih fokus pada aspek pengawasan lewat Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA).
Kata Mulyanto, SIMBARA juga dimaksudkan untuk meminimalisir potensi kebocoran-kebocoran yang salah satunya disebabkan para penambang ilegal. Pihaknya juga mendukung keberadaan sistem pengawasan digital lintas Kementerian ini.
“Memang beberapa usaha dilakukan Kementerian ESDM dan kita dorong, misalnya membangun SIMBARA. SIMBARA dari batu bara masuk ke nikel dan timah, itu kan akhirnya semua tercatat. Walaupun di lapangan mungkin masih ada. Tapi berkurang lah hal-hal seperti itu,” jelas Mulyanto.
Meski begitu, tanpa ada lembaga khusus yang menangani perkara ini, menurut Mulyanto tambang ilegal tetap marak terjadi. “Tapi ya kalau gak ada satgas ilegal yang powerfull ya gak bisa, tambal sulam,” jelasnya.
Aktifitas tambang ilegal beberapa waktu lalu menelan korban jiwa di kawasan tambang emas di Kecamatan Suwawa Timur, Provinsi Gorontalo. Tambang emas itu tertimbun longsor dan mengakibatkan ratusan korban. Sebanyak 27 orang meninggal dunia dan 15 orang belum ditemukan.
Berdasarkan data dari Basarnas Gorontalo, total sementara korban bencana longsor di Desa Tulabolo Timur, Kecamatan Suwawa Timur, Provinsi Gorontalo itu mencapai 325 orang. Longsor terjadi pada Minggu, 7 Juli 2024.