Jakarta, TAMBANG – Pemerintah membutuhkan investasi senilai USD14 miliar untuk memenuhi kebutuhan listrik di Sulawesi hingga tahun 2030. Kebutuhan listrik terbesar di Sulawesi adalah untuk kebutuhan fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral alias smelter hingga tahun 2030 yang mencapai 11.139 MW atau 11,1 Gigawatt.
“Kebutuhan untuk pabrik pemurnian (smelter) saat ini mencapai 20 gigawatt (GW) dan dipenuhi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Nah kita akan mengupayakan penyediaan energi bersih untuk ini dan juga sebagai bagian dari transisi energi,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif dikutip Rabu (7/8).
Investasi tersebut meliputi USD10,7 miliar untuk pembangkit, USD2,3 miliar untuk transmisi, dan USD 1 miliar gardu induk.
Menurut Arifin, smelter merupakan industri yang membutuhkan energi besar. Bahkan di Sulawesi sendiri, suatu area smelter yang hanya 4.500 hektare membutuhkan energi listrik hampir mencapai 7 GW.
“Kita akan menurunkan persentase pasokan listrik untuk smelter ini. Yang sebelumnya menggunakan batubara kita alihkan dengan menggunakan gas,” jelas Arifin.
Alokasi gas akan didapat dalam waktu yang tidak terlalu lama, dengan berakhirnya kontrak gas bumi Donggi Senoro pada tahun 2027 sebesar 337 MMSCF dapat dimanfaatkan untuk PLTGU Wellhead baru dengan kapasitas 1.800 MW.
Terdapat juga sebagian potensi gas bumi melalui gas pipa dari Lapangan ENI Muara Bakau di Selat Makassar (antara Kalimantan-Sulawesi) sebesar 500 MMSCFD juga dapat dimanfaatkan untuk membangun PLTGU baru di Palu dengan kapasitas 2.650 MW.
Listrik dari kedua PLTGU kemudian disalurkan melalui transmisi 500 kV untuk menyuplai smelter klaster Huadi di Sulawesi Selatan, Pomala-Ceria (Poci) dan Konawe-Morowali (Kemo) di Sulawesi Tenggara.
“Jadi, kita rencana gas yang dari sini (kalimantan), mudah-mudahan, Selat Makassar, itu kita tarik pipa, ke Palu. Di sini kita bikin pembangkit gas (Sulawesi), baru tarik transmisi. Di sini juga ada LNG nih. Berakhirnya kontrak gas bumi Donggi Senoro tahun 2027 selama ini LNG-nya di-export terus, keluar negeri. Kita minta nanti untuk domestik. Dari sini kita tarik lagi. Dari sini, nanti kita bangun pembangkit gas. Tarik jaringan lagi sehingga ini bisa mendukung carbon reduction program di industri-industri smelter,” pungkas Arifin.
Listrik dari kedua PLTGU kemudian disalurkan melalui transmisi 500 kV untuk menyuplai smelter klaster Huadi di Sulawesi Selatan, Pomala-Ceria (Poci) dan Konawe Morowali (Kemo) di Sulawesi Tenggara.
“Jika harga gas untuk kedua PLTGU mengikuti HGBT sekitar 6 USD/MMBTU dan toll fee transmisi 3,88 cUSD/kWh dengan harga listrik sekitar 11 cUSD/kWh maka itu cukup kompetitif,” ujar Arifin.
Tantangan Hilirisasi dan Solusi Manajemen Risiko Proyek Smelter