Jakarta-TAMBANG. Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Andy Noorsaman Sommeng menyatakan keberatan terkait adanya wacana pembubaran instansi yang dipimpinnya. Ia menilai, pembubaran BPH Migas justru memicu timbulnya monopoli usaha.
Di awal pembentukan Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2001 itu, ia menjelaskan keberadaan badan pengatur pada dasarnya berkaitan dengan sektor yang memiliki sifat monopoli ilmiah. Sehingga, jangan hanya badan usaha yang mengejar keuntungan, namun melihat kebijakan pemerintah yang dibutuhkan masyarakat salah satunya pengaturan pipa gas.
“Di satu sisi dulu kita masih menganut rezim subsidi, sehingga BBM subsidi perlu diatur. Nah, dengan dasar itu maka BPH Migas tidak hanya mengatur pipa, tetapi juga mengatur penyediaan dan distribusi BBM subsidi,” tuturnya di gedung BPH Migas, Jakarta, Selasa (7/4).
Menurutnya, jika BPH Migas tidak ikut mengatur distribusi BBM, sementara pelaku usaha di sektor tersebut semakin besar maka potensi munculnya kartel akan semakin besar. “Jadi ke depan diharapkan, bahwa harus berubah jangan lari di tempat. Padahal semangat UU itu untuk menghilangkan monopoli, deregulasi, dan debirokrasi,” tandas Andy.
Sejauh ini, ia mengatakan, belum ada pertemuan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membicarakan hal tersebut. Namun, ia ngaku telah mengetahui perihal wacana pembubaran BPH Migas yang digulirkan pemerintah. Dikatakan Andy, pilihan pembubaran BPH Migas merupakan tindakan yang kurang tepat. Kalaupun itu terjadi, ia berharap, pemerintah tidak menyerahkan fungsi pengawasan yang selama ini menjaadi tugas BPH Migas diserahkan ke PT Pertamina (Persero).
“Kalau pengawasan diberikan ke Pertamina, saya kira itu kesalahan konsepsi. Apakah Pertamina bisa menciptakan fairness dalam berusaha jika Pertamina juga bertindak sebagai pengatur sekaligus pelaku usaha? Kalau nantinya seperti itu, tentu akan kembali ke monopoli,” ujarnya.