Beranda Tambang Today Pembangunan PLTN Tetap Jadi Pilihan Terakhir

Pembangunan PLTN Tetap Jadi Pilihan Terakhir

Jakarta – Tambang. Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dianggap tidak cocok untuk Indonesia. Hal ini pun dikuatkan dengan PP No.76 tahun 2014, bahwa pemerintah harus memanfaatkan potensi energi fosil dan terbarukan sebelum membangun PLTN.

 

Mantan anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Herman Darnel Ibrahim mengatakan beberapa alasan mengapa PLTN pantas menjadi pilihan terakhir. “Pertama biaya mahal dan Indonesia lebih cocok yang biayanya murah, lalu kecelakaan PLTN fatal,” ujarnya pada acara seminar Magister Teknik Elektro Universitas Kristen Indonesia, “Mengungkap Ketertutupan Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Di Indonesia”, Kamis (13/8).

 

Herman menjelaskan, ciri menonjol negara pengguna PLTN adalah jumlah penduduk yang besar, tidak memiliki sumber energi nuklir yang mencukupi. Kemudian negara tersebut mengembangkan PLTN dan menguasai teknologi dan menjadikannya sumber perekonomian seperti Amerika, Canada, Perancis,Jerman, Jepang dan Korea Selatan.

 

“Semua negara pemakai PLTN memiliki 2 dari 3 ciri tersebut,” ujarnya.

 

Sementara itu Nengah Sudja, pengajar di Program Pasca Sarjana UKI yang juga mantan sekretaris Komisi Persiapan Pembangunan PLTN era 1980an mangatakan bahwa dirinya tidak anti PLTN, namun perlu dicermati kembali untuk membangun PLTN.

 

“Banyak negara maju yang menguasai teknologi PLTN dan memiliki standar keamanan yang cukup tinggi saat ini justru memutuskan untuk meninggalkan PLTN dan beralih ke energi terbarukan,” ujarnya di tempat yang sama.

 

Iwan Kurniawan, ahli fisika nuklir lulusan Jepang menambahkan, Indonesia tidak punya pengolahan limbah untuk PLTN. Sedangkan limbah PLTN sendiri seharusnya disimpan di dalam tunnel sedalam 1km dibawah laut.  “Bahkan Amerika saja pusing memikirkan pengolahan limbah ini,” ujarnya.

 

Mengenai kerjasama Indonesia dan Rusia, Iwan menjelaskan bahwa Rusia memang pernah membuat kajian mengenai PLTN, namun tanpa mengkonstruksi.  Ia menyayangkan, Indonesia bisa menjadi kelinci percobaan Rusia, dengan biaya dari Indonesia. “Menurut saya lebih baik semua rencana tersebut dibatalkan,” tegasnya.