Jakarta, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, bersama Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana, menegaskan proyek Pembangkit Tenaga Listrik Arus Laut (PLTAL) di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagai PLTAR pertama di Indonesia dan terbesar di dunia.
Proyek Independent Power Producer (IPP) ini , terintegrasi dengan Jembatan Pancasila-Palmerah di Selat Larantuka, Flores Timur, NTT.
“Ini merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut pertama dan terbesar di dunia jika listrik yang dihasilkan mencapai 20 MW saja,” kata Jonan melalui siaran resminya, Sabtu (31/3).
Proyek tersebut dikerjakan oleh konsorsium dari Belanda, Tidal Bridge BV dan PJB dengan Joint Venture bersama Tidal Bridge Indonesia, yang selanjutnya menggandeng partner lokal. Jembatan Pancasila Palmerah yang diintegrasikan dengan turbin arus laut di Selat Larantuka itu, diperkirakan sepanjang 810 meter. Menghubungkan Pulau Adonara dan Pulau Flores.
Selain dapat menghasilkan listrik, Menteri ESDM berharap pembangunan jembatan itu akan membuat Pulau Adonara lebih berkembang sama seperti Pulau Flores.
“Dengan pembangunan jembatan ini maka diharapkan pembangunan di Adonara dapat berlangsung cepat. Ini semua adalah arahan dari Bapak Presiden Republik Indonesia kalau bisa tersambung ini bisa dibangun dengan baik,” ujar Jonan.
Mengenai kapan waktu mulai pembangunan jembatan ini, Jonan mengatakan, saat ini sedang dilakukan studi dan diharapkan finalisasinya akan dapat diselesaikan secepatnya sehingga dapat mulai bekerja.
Sementara Direktur Jenderal EBTKE, Rida Mulyana menambahkan, pembangunan pembangkit listrik tenaga arus laut di Selat Larantuka merupakan ide yang baik. Karena wilayah NTT adalah salah satu wilayah, yang akan ditingkatkan rasio elektrifikasinya.
“Sebagai negara kepulauan, Indonesia banyak mempunyai selat-selat yang arusnya cukup deras, seperti di Selat Larantuka, yang informasinya merupakan yang terkuat di dunia,” ungkap Rida.
Rencana Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah yang terintegrasi dengan turbin merupakan tindak lanjut rangkaian kunjungan kerja Presiden RI ke Eropa tanggal 22 April 2016. Pada acara tersebut dilakukan penandatanganan Head of Agreement (HoA) on Building Bridges Equipped with Sea Current Turbine Power Plant in the District of East Flores Sea, kerjasama investasi antara Kementerian PUPR, Tidal Bridge BV, dan Pemerintah Provinsi NTT.
Sebelumnya, Kementerian PUPR telah menyelesaikan Pra Fasibility Studies (FS) pada tahun 2017. Hasil Pra-FS menyatakan bahwa proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
Tidal Bridge mengasumsikan dengan kecepatan arus laut Selat Larantuka rata-rata 3,5 m/s, kapasitas terpasang tiap turbin adalah sebesar 16 MW dengan energi yang dibangkitkan secara efektif sebesar 6 MW. Dengan asumsi pemasangan 5 turbin, maka energi terbangkitkan rata-rata sebesar 30 MW.
PT PLN dengan Tidal Bridge BV pada tanggal 22 Februari 2018 juga telah menandatangani Nota Kesepahaman (MoU,) tentang pelaksanakan studi kelayakan. Serta studi dampak jaringan dalam rangka pemanfaatan energi dari PLT Arus Laut ini.
Seperti diketahui, sebagai negara kepulauan, Indonesia mempunyai topografi yang ideal untuk mengembangkan energi dari arus laut. Selat antara dua pulau menghasilkan potensi energi yang cukup besar, untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif berbasis energi baru terbarukan. Selain Selat Larantuka, Indonesia masih memiliki selat-selat lainnya yang juga punya potensi besar.
“Kita masih mempunyai banyak selat-selat lainnya yang masih kita identifikasikan yang layak untuk dikembangkan,” ujar Rida.
Teknologi energi laut di dunia Internasional telah berkembang pesat. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mulai melakukan pengkajian jenis-jenis teknologi ini untuk kemungkinan diterapkan di Indonesia, disusul pula pengkajian oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Meskipun luas wilayah laut Indonesia tiga kali lebih besar dari luas daratan, namun kegiatan pemanfaatan energi laut untuk pembangkit listrik belum berkembang. Pijakan pengembangan energi laut sebenarnya telah tersedia dalam UU No. 30/2007 tentang Energi maupun UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Dalam rangka mengembangkan energi arus laut, pada tanggal 9 November 2017 lalu, delegasi Indonesia dipimpin Rida Mulyana mengunjungi perusahaan pengembang energi arus laut, Naval Energies, di Cherbourg, Perancis.
Energi arus laut yang dikembangkan Naval Energies memiliki teknologi turbin sederhana, yaitu hanya memiliki satu bagian yang bergerak menggunakan air laut sebagai pelumas. Dengan teknologi itu, biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah jika dibandingkan menggunakan teknologi propeler. Teknologi open hydro open centre turbine yang memiliki diameter 16 meter dan kecepatan arus 2-5 meter per detik itu dapat menghasilkan listrik sebesar 2 MW.
PT Arus Indonesia Raya (AIR), perusahaan yang memiliki kerja sama dengan Naval Energies dalam mengembangkan industri turbin arus laut, telah melakukan studi di beberapa lokasi Indonesia. Terdapat beberapa wilayah yang cocok apabila di kembangkan pembangkit listrik tenaga arus laut (PLTAL). Dari hasil studi yang dilakukan di 10 titik lokasi, diperoleh potensi listrik yang dapat dihasilkan dari arus laut Indonesia.