NEW YORK, TAMBANG. LEMBAGA di bawah pemerintah Amerika Serikat, Badan Informasi Energi (EIA) kemarin menyatakan, persediaan minyak negara itu bertambah 7,7 juta barel pada pekan kedua Februari 2015. Bertambahnya pasokan itu menunjukkan bahwa meski harga sudah anjlok 50% sejak Juni tahun lalu, produksi minyak tak juga berkurang.
EIA juga melaporkan, produksi minyak Amerika bulan ini akan mencapai titik tertinggi selama 42 tahun terakhir.
Pedagang minyak untuk pasar kontrak ke depan menilai, pasar mungkin akan lebih buruk. Sebagian pedagang menafsirkan, data yang diungkapkan EIA tadi bermakna isyarat perintah untuk membeli.
Pada Rabu lalu, sebuah grup industri memperkirakan, produksi minyak melonjak 14,3 juta barel, pekan ini. Angka itu lebih tinggi dari data pemerintah. Variasi data memang sangat tergantung pada responden yang disurvei. Tetapi di Amerika, setiap perusahaan wajib mengisi kuesioner yang dikirim EIA.
Koran The Wallstreet Journal hari ini memberitakan, harga minyak Amerika Serikat turun lebih dari 5%, menjadi $51,16 per barel untuk pasar ke depan, di Bursa New York. Sementara Brent, yang jadi patokan internasional, naik 0,5% menjadi $60,21 per barel di Bursa Eropa.
Situasi itu menimbulkan perdebatan: apakah harga minyak sudah mencapai dasarnya. Harga bergerak tak menentu bulan ini. Selasa lalu, harga sempat mencapai titik tertinggi, dipicu oleh laporan bahwa produsen minyak Amerika Serikat mengurangi pemboran.
Tetapi banyak investor dan analis masih ragu setelah melihat harga: ini saatnya memangkas produksi atau menunjukkan banyaknya permintaan baru. Produksi dan permintaan merupakan dua penentu utama harga naik kembali.
Sumber foto: sfgate.com