Jakarta, TAMBANG – Panitia Kerja Timah (Panja Timah) Komisi VI DPR fokus menangani tata kelola timah dan tambang ilegal di Bangka Belitung (Babel). Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi VI, Muhammad Sarmuji.
“Target kita adalah memperbaiki tata kelola timah agar timah ini benar-benar menjadi sumber daya yang bisa dipakai untuk kemakmuran rakyat Indonesia,” ungkap Sarmuji usai RDPU dengan stakeholder pertambangan, di Gedung Nusantara I DPR, Jakarta, Kamis (13/6).
Menurut dia, tata kelola pertambangan timah harus segera dibenahi mengingat dalam proses produksinya tidak hanya menghasilkan timah, tapi juga ada mineral ikutan yang juga berharga. Bahkan, kata dia sisa hasil pengolahan (shp) timah bisa digunakan sebagai bahan baku pembuatan nuklir.
“Disebutkan tadi ada mineral ikutan yang bisa menjadi bahan baku nuklir, itu juga menjadi sesuatu yang sangat berarti yang harus kita perhatikan agar tujuan kita bernegara, bumi dan isinya itu betul-betul diperuntukkan untuk kemakmuran rakyat,” ungkap Sarmuji.
Menurut dia, Panja Timah tidak terkait dengan penanganan kasus korupsi tata niaga timah yang terjadi beberapa waktu lalu. Panja ini murni untuk membenahi tata kelola timah dari hulu sampai hilir terutama yang berhubungan dengan perusahaan pelat merah.
“Kita tidak masuk dalam ranah hukum, tugas kita memperbaiki tata Kelola timah terutama berkaitan dengan BUMN yang menangani timah, seperti PT Timah dan MIND ID,” ungkap dia.
Panja Timah sendiri menurutnya sudah diresmikan dan rapat kerja tadi merupakan yang kedua kalinya.
“Panja Timah sudah diputuskan, ini sudah rapat kedua kali, pertama dengan PT Timah, perwakilan dari London dan Singapura, meminta keterangan informasi terkait bisnis timah di Indonesia,” ungkap dia.
“Kedua sekarang dengan para pakar, asosiasi pertambangan, ada pengusaha timahnya, ada eksportir timah, lalu ada akademisi yang memberikan (masukan) cukup bagus,” imbuhnya.
Sementara, Ketua Umum Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Harwendro Adityo Dewanto membeberkan kondisi perekonomian Babel saat ini yang lesu imbas kasus korupsi timah. Kasus korupsi ini juga mengakibatkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) sejumlah perusahaan molor .
“Kondisi Bangka Belitung saat ini sektor pertimahan sedang tidak baik-baik saja, kasus hukum tata kelola timah yang berjalan dan kendala keterlambatan penerbitan persetujuan RKAB,” ungkap dia.
Dalam kesempatan ini, dia juga menjelaskan peta persoalan pertimahan Babel yang masih didominasi oleh Pertambangan Tanpa Izin (PETI). Termasuk penggunaan alat pertambangan tradisional ponton yang tidak ramah lingkungan.
“Maraknya praktik PETI yang dilakukan masyarakat. Penggunaan alat penambangan tradisional berupa ponton isap produksi dan mesin semprot yang tidak ramah lingkungan dan rentan terjadi kecelakaan,” beber dia.Karena itu, dia menyarankan agar segera dilakukan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat dan Petunjuk Teknis (Juknis) untuk pedoman pemerintah daerah.
“Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) beserta juknis IPR sebagai pedoman pemerintah daerah mengeluarkan izin,” tegasnya.