Beranda Tambang Today Pakar Pertambangan: Pemerintahan Baru Perlu Beri Perhatian Serius Pada Kegiatan PETI

Pakar Pertambangan: Pemerintahan Baru Perlu Beri Perhatian Serius Pada Kegiatan PETI

Kegiatan Penertiban PETI oleh Pemda dan Polres Bolsel di Kilometer 12, Desa Dumagin, Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara.

Jakarta,TAMBANG,-Tahun 2024 akan segera berakhir dan tahun 2025 akan segera dijelang. Ada banyak capaian yang sudah didapat di tahun ini. Namun juga ada sejumlah catatan penting yang masih harus mendapat perhatian. Salah satu yang butuh segera mendapat penanganan Pemerintahan saat ini adalah aktivitas penambangan ilegal.

Rizal Kasli, Ketua BK Pertambangan, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menegaskan upaya penertiban Penambangan Tanpa Izin (PETI) menjadi isu yang cukup kompleks di Indonesia, termasuk di wilayah seperti Bolaang Mongondow.

“Ada beberapa faktor yang ikut menyebabkan PETI marak antara lain harga komoditas yang tinggi, lemahnya penegakan hukum terutama dalam hal keterlibatan oknum aparatur negara, pemodal, pemasok (supply chain),  kesulitan dalam pengurusan izin usaha pertambangan, masalah ekonomi, serta sulitnya mendapatkan pekerjaan formal menjadi tantangan besar dalam penanganan PETI,”terang Rizal.

Dengan kompleknya persoalan tersebut Rizal menyebutkan penertiban PETI memerlukan pendekatan yang holistik dan sinergis antara Kementerian ESDM (Ditjen Gakkum KESDM), aparat penegak hukum, pemerintah, dan masyarakat.

“Penegakan hukum yang tegas dan solusi ekonomi yang berpihak kepada masyarakat menjadi kunci untuk menangani masalah ini secara efektif. Pemerintah harus serius mengatasi tantangan ini agar dampak negatif PETI yang merusak lingkungan dan ekonomi dapat diminimalisasi, dan agar potensi sumber daya alam Indonesia dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan,”tandasnya.

Ia kemudian menyebutkan beberapa langkah Penanganan yang harus dilakukan Aparat Penegak Hukum. Pertama, peningkatan Koordinasi dan Pengawasan. Rizal menyebutkan Aparat penegak hukum perlu bekerja lebih intensif dengan instansi lain, seperti Kementerian ESDM (Ditjen Gakkum), Kementerian Lingkungan Hidup, dan Pemerintah (Pusat & Daerah). Koordinasi yang baik antar lembaga akan memperkuat implementasi kebijakan dan meminimalkan celah hukum yang dimanfaatkan oleh pelaku PETI.

Kedua, Penegakan Hukum yang Tegas dan Konsisten. Rizal menilai salah satu faktor yang menyebabkan PETI sulit diberantas adalah adanya “proteksi” atau “perlindungan” dari oknum aparat baik di pusat maupun di daerah atau oknum tertentu. “Oleh karena itu, penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Ini termasuk memberantas peran serta oknum aparat yang terlibat dalam melindungi PETI. Bukan rahasia umum lagi kalau di daerah banyaknya uang beredar dan keterlibatan oknum aparatur negara dalam kegiatan PETI ini,”tandas Rizal yang sebelumnya menjabat Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi).

Ketiga, penanganan masalah ekonomi. Harus diakui bahwa banyak individu yang terlibat dalam PETI karena alasan ekonomi, seperti kesulitan memperoleh pekerjaan formal dan roda ekonomi di daerah tidak berjalan dengan baik. “Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menyediakan alternatif pekerjaan yang layak bagi masyarakat sekitar daerah penambangan. Misalnya, dengan memberikan pelatihan keterampilan, menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor lain yang berkelanjutan, dan memperbaiki infrastruktur ekonomi lokal,”tandasnya.

Keempat, pemberantasan rantai pasok (supply chain). Dari berbagai pengalaman selama ini menunjukkan bahwa aktivitas PETI ini ditopang oleh rantai pasok atau jaringan yang mendukung seperti pemasaran emas hasil tambang illegal, penyediaan alat berat, tenaga kerja ilegal  dan bahan pendukung lainnya seperti air raksa yakni merkuri, asam sianida.

“Aspek ini juga juga harus menjadi fokus penertiban. Aparat penegak hukum perlu berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memutus rantai pasok ini, misalnya dengan menindak para pembeli atau perantara yang membeli hasil tambang illegal serta pemasok bahan pendukung untuk operasional PETI tersebut,”ungkap Rizal.

Rizal menilai sejauh ini Pemerintah sudah mengambil langkah serius dalam menangani PETI. Dimulai dengan upaya penertiban dan sosialisasi kepada masyarakat terkait dampak negatif dari penambangan ilegal. Banyak Satuan Tugas/Satgas (Task Force) yang telah dibentuk Pemerintah terkait ini.

“Namun penanganan yang dilakukan masih kurang efektif, terutama karena adanya kendala di lapangan seperti ketidakberdayaan pemerintah pusat dan daerah dalam mengawasi wilayah operasional PETI ini, serta korupsi atau keterlibatan oknum dalam kegiatan PETI. Selain itu, solusi jangka panjang terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat belum sepenuhnya diterapkan,”tandasnya.

Rizal kemudian menjelaskan sejauh ini ada banyak dampak negatif dari kegiatan PETI. Mulai dari potensi kerugian negara. Aktivitas PETI meski berpotensi memberikan keuntungan ekonomi bagi sejumlah pihak yang terlibat, secara keseluruhan, PETI justru merugikan negara dalam banyak aspek.

Potensi kerugian negara ini meliputi kerugian lingkungan dimana PETI seringkali mengabaikan aspek keselamatan dan kelestarian lingkungan. Pola penambangan yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan merkuri, asam sianida dan kerusakan hutan, dapat menimbulkan kerugian jangka panjang bagi negara.

“Hal ini dapat mengakibatkan masalah gangguan kesehatan masyarakat sekitar terutama akibat tercemarnya lingkungan baik air, tanah. Pada akhirnya negara harus menyediakan dana yang besar untuk melakukan rehabilitasi dan reklamasi kerusakan lahan yang diakibatkan oleh PETI,”tandas Rizal.

Negara juga berpotensi kehilangan pendapatan. Kegiatan PETI menurut Rizal dilakukan secara illegal, negara tidak mendapatkan penerimaan pajak atau royalti yang seharusnya berasal dari sektor pertambangan,”ujarnya.

Lalu aspek konservasi Sumber Daya Mineral juga akan terganggu akibat tidak dipenuhinya kaidah Teknik pertambangan yang baik termasuk terganggunya neraca sumber daya dan cadangan dan tingkat recovery penambangan yang rendah.

Dan tidak kalah penting adalah penyalahgunaan Sumber Daya Alam. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola untuk kepentingan negara dan masyarakat kemudian dieksploitasi secara tidak terkendali melalui PETI, yang dapat memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi.

Oleh karenanya Ia berharap Pemerintahan baru dibawah Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan beberapa hal ini. Dimulai dengan penataan regulasi pertambangan.

Pemerintahan baru perlu menyusun regulasi yang lebih sederhana dan transparan terkait perizinan usaha pertambangan. Pemberian izin harus melalui mekanisme yang jelas, efisien, dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat yang ingin berbisnis secara legal. Di sisi lain, pemerintah juga harus memberikan insentif untuk pengusaha yang mematuhi regulasi.

Kemudian membangun infrastruktur dan lapangan kerja. Pemerintah perlu membangun infrastruktur di daerah-daerah penghasil tambang agar masyarakat tidak terpaksa bergantung pada PETI. Ini termasuk pembangunan jalan, pelabuhan, dan fasilitas lain yang dapat meningkatkan perekonomian daerah.

Lalu memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat. Salah satu upaya jangka panjang yang harus dilakukan adalah memberikan pendidikan dan penyuluhan kepada masyarakat tentang dampak negatif PETI. Masyarakat harus diberikan pemahaman mengenai bahaya kesehatan, kerusakan lingkungan, dan potensi sanksi hukum yang dapat mereka hadapi jika terlibat dalam PETI.

Dan terakhir adalah pemberantasan korupsi dan kolusi. Pemerintahan baru juga harus memberikan perhatian lebih kepada pemberantasan korupsi, khususnya yang melibatkan oknum aparat yang terlibat dalam praktik perlindungan terhadap PETI. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan daerah akan menjadi langkah penting dalam menanggulangi masalah ini.

Salah yang sempat ramai diangkat media lokal adalah aktivitas tambang ilegal di Kilo 12, Desa Dumagin, Kecamatan Pinolosian Timur, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Sulawesi Utara. Area operasi PETI ini merupakan bagian dari Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Area tersebut juga merupakan bagian dari konsesi PT J Resources Bolaang Mongondow (PT JRBM). Perusahaan telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan tengah melakukan kegiatan eksplorasi. Oleh karena masih di fase eksplorasi maka Perusahaan belum melaksanakan kegiatan pembebasan lahan.

Pemerintah Daerah bersama Polres telah beberapa kali melakukan kegiatan operasi penertiban. Sayangnya ketika Operasi Penertiban dilakukan tidak ditemukan aktivitas PETI. Hanya ada beberapa alat berat dan juga lokasi penambangan serta pengolahannya yang dibiarkan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini