Jakarta-TAMBANG. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia masih terus melakukan negosiasi terkait pembangunan smelter tembaga. Negosiasi masih berhenti di persoalan lokasi smelter.
Freeport sebelumnya sudah menegaskan kesanggupannya membangun smelter di Gresik, Jawa Timur di lahan seluas 80 hektare. Namun belakangan Freeport mendapat desakan untuk tetap membangun smelter di Papua.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan, pihaknya tetap menginginkan PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pemurnian bijih mineral (smelter) di dekat operasi tambang.
Namun menurutnya, kalaupun upaya itu gagal, setidaknya perusahaan tambang yang berbasis di Amerika Serikat itu sudah menunjukkan perkembangan dengan membangun smelter di Gresik. “Kita pun belum mengatakan apa-apa soal di mana (lokasinya). Namun, bahwa mereka menunjukkan satu perkembangan membangun di satu lokasi, itu sebuah perkembangan,” kata Sudirman.
Anggota Badan Pengurus Indonesia Mining Association, Tony Wenas kepada Majalah TAMBANG (4/2) mengatakan, pembangunan smelter di Papua tidaklah ekonomis bagi Freeport. Pasalnya, di wilayah itu saat ini masih terkendala infrastruktur yang belum memadai seperti listrik dan jalan. Apabila dipaksakan tentu akan memakan waktu lebih lama.
“Di Gresik kan ada pabrik petrokimia. Mereka bisa pakai itu untuk menyalurkan gas buangan dari proses smelter untuk dimanfaatkan lagi. Nah kalau di Papua ya tidak ekonomis. Saya perkirakan smelter itu bisa jadi setelah 2017,” kata Tony.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Program Minerba, Kementerian ESDM, Sujatmiko mengatakan, apabila Freeport terpaksa harus membangun smelter di Papua, maka Pemerintah harus turun tangan agar proyek tersebut segera terealisasi. Menurutnya, Pemerintah bisa membantu dengan memberikan insentif pada penyediaan infrastruktur kelistrikan.
“Secara geografis masih memungkinkan. Smelter bisa dibangun di dekat kawasan pabrik konsentrat mereka dan Freeport juga bisa melakukan perluasan di Pelabuhan. Tinggal listrik saja yang harus dipantau lagi. Apakah persediaan mereka sekarang cukup atau tidak,” kata Sujatmiko.