Beranda Tambang Today NGO Desak Presiden dan DPR Tunda Pembahasan RUU Minerba

NGO Desak Presiden dan DPR Tunda Pembahasan RUU Minerba

Ditjen Minerba Kementerian ESDM menggelar sosialisasi RUU Minerba, Rabu (6/6)

Jakarta, TAMBANG- Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba mendesak Komisi VII DPR RI untuk menunda atau bahkan menghentikan pembahasan draft RUU Minerba.

 

Koalisi yang terdiri dari JATAM, PWYP Indonesia, Auriga, YLBHI, ICEL, Greenpeace Indonesia, WALHI, Lokataru, IGJ ini menilai pembahasan draft RUU Minerba “kejar tayang” dan disinyalir sarat akan kepentingan sesaat saja.

 

Seperti diketahui Minggu lalu (18/7), Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah memulai agenda Pembicaraan Tingkat 1 draft Rancangan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) sekaligus membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan oleh Pemerintah. Dari rapat yang dihadiri oleh Ignasius Jonan, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) dan Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian, terungkap ada upaya untuk mempercepat penyelesaian RUU Minerba sebelum berakhirnya masa jabatan anggota DPR 2014-2019 atau hanya dalam jangka waktu tiga pekan.

 

Aryanto Nugroho, juru bicara koalisi dari PWYP Indonesia mengungkapkan, timbul pertanyaan besar bagi publik. Mengapa pembahasan RUU Mineba dikebut di akhir masa jabatan ini, padahal setiap tahun selalu ada desakan dari berbagai pemangku kepentingan untuk penyelesaian RUU Minerba karena urgensinya.

 

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Minerba mengkhawatirkan adanya potensi “trade off” dalam pembahasan RUU Minerba. “Pembahasan RUU Minerba yang sangat cepat ini jangan sampai menjadi “Paket Kilat” yang ujungnya hanya untuk kepentingan segelintir pihak semata,” ungkap Aryanto  melalui keterangan resminya yang diterima tambang.co.id, Senin (29/7).

 

Aryanto menegaskan pembenahan tata kelola sektor minerba dari hulu sampai hilir tetap harus menjadi semangat dalam pembahasan RUU Minerba  yang berujung pada sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Jangan sampai dirusak oleh mafia tambang yang mengintai pembahasan RUU Minerba ini,” lanjut Aryanto.

 

Lebih lanjut Aryanto mengungkapkan yang perlu dipastikan adalah pembahasan RUU Minerba harus benar-benar transparan, terbuka dan melibatkan partisipasi masyarkat secara luas. Jangan hanya pemerintah dan pelaku usaha yang dilibatkan dalam pembasan RUU Minerba ini. Akademisi, Lembaga Non Pemerintah dan terutama masyarakat di sekitar wilayah terdampak harus benar-benar terlibat dalam pembahasan RUU Minerba ini.

 

Koalisi menduga, upaya percepatan pembahasan RUU Minerba ini salah satunya untuk mengakomodir upaya perpanjangan sejumlah perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang sudah dan akan berakhir dalam waktu dekat ini.

 

Dalam Rapat Kerja (18/7) Komisi VII juga terungkap setidaknya ada 12 poin besar dalam DIM Pemerintah yang dinilai sangat bermasalah karena tidak mencerminkan kedaulatan negara sebagaimana Pasal 33 UUD 1945.

 

Menurut Kepala kampanye JATAM, Melky Nahar, Draft RUU Minerba ini tidak berpihak pada keselamatan rakyat dan berpotensi menambah perluasan pembongkaran komoditas tambang baru mulai dari logam tanah jarang, radioaktif hingga tambang di laut dalam (Seabed Mining).

 

“Lebih dari 90 persen isi RUU ini juga lebih banyak membahas proses perizinan dan pengusahaan tambang. Hak veto rakyat dan hak masyarakat adat luput diberi ruang,” ungkap Melky.

 

Oleh karena itu, koalisi juga mendesak Presiden Jokowi untuk menarik kembali DIM draft RUU Minerba dari pembahasan di Komisi VII. Selain karna pasal-pasal dalam RUU Minerba ini bermasalah, DIM tersebut juga belum selesai dilakukan harmonisasi di internal Kementerian/Lembaga terkait, sebagaimana terungkap dalam Rapat Kerja Komisi VII minggu lalu.