JAKARTA, TAMBANG. HARGA minyak naik, kemarin, setelah Cina melakukan sejumlah langkah untuk mendorong perekonomiannya. Faktor lain yang juga memicu kenaikan harga adalah tindakan Saudi Arabia bersama produsen minyak lainnya untuk mengurangi gejolak harga.
Survei Reuters juga menunjukkan, produksi minyak negara-negara anggota OPEC pada Februari ini lebih rendah ketimbang Januari lalu. Situasi ini ikut mempengaruhi sentimen pasar.
Harga minyak Brent untuk penyerahan ke depan diperdagangkan pada US$ 35,97 per barel, naik 87 sen. Minyak West Texas Intermediate (WTI), minyak acuan Amerika Serikat, harganya $33,75 per barel, naik 97 sen.
Pada 11 Februari, harga minyak Brent di bawah US$ 30 per barel. Sejak itu, harga minyak terus naik hingga 17%. Kenaikan yang lumayan, tapi masih jauh dibanding harga 20 bulan lalu, ketika Brent mencapai US$ 11 per barel.
Cina, importir minyak terbesar di dunia, Senin lalu mengurangi jumlah dana tunai yang harus disimpan bank sebagai cadangan –dikenal sebagai reserve requirement ratio. Kebijakan baru ini dinilai akan memberi keleluasaan lebih bagi sektor finansial.
Saudi Arabia, bersama anggota OPEC lainnya, yaitu Venezuela dan Qatar, serta produsen utama yang bukan anggota OPEC yaitu Rusia, merencanakan untuk membekukan produksi minyak pada angka bulan Januari 2016. Menteri Perminyakan Saudi Arabia, Ali Al-Naimi mengatakan, negaranya membutuhkan stabilitas harga minyak. Meski demikian sikap Arab mendapat hambatan dari Iran, yang tetap berkeinginan menambah produksinya hingga mencapai tingkat sebelum sanksi PBB diterapkan.
Pemerintah Saudi Arabia menyatakan, ‘’Kami terus menjaga kontak dengan semua produsen utama untuk menjaga gejolak pasar. Kami menyambut baik setiap tindakan untuk bekerjasama.’’
Survei Reuters, yang dikeluarkan Senin kemarin menunjukkan stabilnya produksi minyak Saudi Arabia sepanjang Januari lalu. Ini merupakan pertanda baik bahwa negara kerajaan ini akan mematuhi kesepakatan pada 16 Februari untuk menjaga produksi pada tingkat bulan Januari 2016.
Pasokan minyak dari negara-negara anggota OPEC pada Februari berkurang menjadi 32,37 juta barel per hari, dari 32,65 juta barel pada Januari. Angka ini didapatkan Reuters dari data perusahaan tanker, OPEC, konsultan, serta perusahaan perminyakan.
Sebagian besar penurunan produksi itu tak terjadi suka rela. Pengurangan terbesar terjadi di Irak, anggota OPEC yang pertumbuhan pasokan minyak mentahnya terbesar pada 2015. Berkuranganya pasokan karena terjadi masalah pada pipa pengalir minyak yang melewati wilayak Kurdi yang tengah dilanda konflik.
Media CNBC memberitakan, berlawanan dengan Irak, negara tetangganya, Iran, malah menambah produksinya menjadi 1,75 juta barel per hari, membuat pasar semakin kelebihan pasokan.
Rusia, yang juga terganggu oleh rendahnya harga minyak, juga bertindak. Selasa ini Presiden Vladimir Putin mengundang seluruh eksekutif puncak perusahaan minyak di Rusia untuk membicarakan persoalan rendahnya harga.
‘’Masih banyak hal yang bisa membuat harga turun. Tetapi minyak dari Amerika tampaknya telah melewati titik paling buruk. Harga minyak mentah akan naik,’’ kata Richard Gorry, Direktur JBC Energy Asia, perusahaan konsultan energi yang berpusat di Wina, Austria.
Foto: Pompa angguk untuk sumur minyak West Texas Intermediate, di Texas, Amerika Serikat.
Sumber foto: thinkprogress.org